![]() |
LHI tepok jidat |
Niatnya mau mendapat hukuman yang lebih ringan, eh malah
terperosok makin dalam. Itulah kira-kira deskripsi yang tepat untuk
menggambarkan kondisi yang dialami oleh Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), mantan ketua
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang terjerat dalam kasus korupsi dan pencucian
uang.
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari LHI. Majelis
hakim kasasi menilai bahwa permohonan kasasi tersebut hanya merupakan
pengulangan fakta yang telah dikemukakan dalam pengadilan tingkat pertama dan
tingkat banding.
Namun malahan sebaliknya majelis hakim mengabulkan
permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum. Dalam Putusan Mahkamah Agung
tertanggal 15-9-2014 atas perkara kasasi No.1195 K/Pid.Sus/2014 vonis terhadap
LHI diperberat.
"Memperbaiki putusan PN/PT Menjatuhkan pidana kepada
terdakwa selama 18 (delapan belas) tahun Denda Rp 1 miliar kalau tidak dibayar
dijatuhi pidana kurungan selama 6 bulan. Mencabut hak untuk dipilih dalam
jabatan publik," demikian bunyi sebagian petikan putusan tersebut.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menguatkan
hukuman terdakwa kasus dugaan suap pengurusan penambahan kuota impor daging
sapi di Kementerian Pertanian tersebut. PT DKI dalam putusannya menguatkan
hukuman 16 tahun penjara kepada LHI sebagaimana vonis di tingkat pertama Pengadilan
Negeri Tipikor, Jakarta. Putusan banding tersebut diputuskan pada 16 April 2014
oleh Majelis Hakim Tinggi. Dalam putusan itu Majelis Hakim Tinggi menilai
pertimbangan hukum yang diambil Majelis Hakim pada tingkat pertama sudah tepat,
benar, dan sesuai.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut memberikan komentar
terhadap keputusan MA tersebut. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto beranggapan
bahwa putusan MA ini bisa menjadi bahan rujukan bagi pengadilan yang lain untuk
ke depannya.
"Putusan MA soal hukuman tambahan yang mencabut hak
politik seseorang karena terbukti melakukan kejahatan korupsi bisa menjadi
benchmark (tolak ukur) dan rujukan bagi pengadilan," tutur Bambang.
Bambang pun mengomentari
soal pencabutan hak politik LHI oleh MA. Menurutnya, hal itu dapat
mengakomodasi fakta atas terjadinya perilaku pejabat publik yang seringkali
memanfaatkan kekuasaannya untuk bertindak melawan hukum dan mengadakan
transaksional.
Bambang menyatakan bahwa KPK akan tetap menuntut pencabutan
hak politik bagi para terdakwa kasus dugaan korupsi.
Pegiat Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho juga ikut
menanggapi perihal putusan tersebut. "Saya pikir putusan MA (kepada LHI)
harus jadi acuan hakim-hakim yang lain untuk berani memutuskan perkara yang
melibatkan koruptor untuk mencabut hak politik mereka. Kalau LHI hukumannya 18
tahun penjara dan masih menerima remisi dan pembebasan bersyarat, dia paling
cuma jalani delapan atau sembilan tahun penjara. Maka itu harus diberlakukan
pencabutan remisi dan pembebasan bersyarat." jelas Emerson.
Langkah MA tersebut patut diapresiasi karena memberikan
angin segar pada penegakan pemberantasan korupsi. Kalau kinerja KPK dan jajaran
pengadilan senantiasa sebagus ini, tentunya orang-orang akan kapok tidak berani
korupsi lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar