Selasa, 27 Agustus 2013

Pertamina, Artha Graha Berpacu Membangun Gedung Tertinggi


Maket Pertamina Energy Tower
Beberapa waktu lalu, Presiden Direktur Pertamina Karen Agustiawan bertemu Gubernur DKI Jakarta, Indonesia, Joko Widodo atau lebih populer dipanggil Jokowi. Apa yang menjadi agenda utama? Apakah Karen menjajaki peluang untuk dipasangkan dengan Jokowi sebagai bakal calon Wakil Presiden pada pemilu 2014? Seperti yang diberitakan media-media, saat ini Jokowi berada di posisi teratas sebagai calon Presiden pilihan rakyat. Dengan catatan, PDIP memutuskan Jokowi sebagai calon presiden. 

Oh, rupanya Karen ingin mendapat persetujuan dari Jokowi terkait rencana Pertamina membangun pencakar langit di Jakarta. Tapi, jangan write-off Karen dulu, siapa tahu suatu saat kelak dia dicalonkan sebagai Presiden atau Wakil Presiden. Who knows...

Gedung pencakar langit yang akan disebut Pertamina Energy Tower tersebut dirancang oleh kantor arsitek Skidmore, Owning dan Merrill (SOM) LLP, sebuah perusahaan kelas dunia yang telah merancang berbagai gedung pencakar langit. Hasil rancangannya antara lain Al Hamra Tower, salah satu gedung ikonik di Kuwait, setinggi 412,5 meter.

Al Hamra tower dibangun di atas area sekitar 180.000 sqm dengan biaya US$372 juta dengan jumlah 75 lantai. Gedung tersebut berada di kawasan Sharq.

Nah, Pertamina Energy Tower, kata Karen direncanakan akan setinggi 430 meter dan boleh jadi akan menjadi salah satu simbol gedung pencakar langit di Indonesia yang hemat energi. Tower yang menelan biaya US$850 juta ini dipastikan bakal menjadi salah satu gedung tertinggi di tanah air.

Pertanyaannya, apakah Pertamina memang membutuhkan gedung pencakar langit? Apalagi saat ini Indonesia sedang dihantam gejolak mata uang dan ancaman kekeringan likuiditas? Bukankah lebih afdol bila dana US$850 juta tersebut digunakan untuk eksplorasi minyak dan gas bumi atau membangun fasilitas produksi minyak dan gas?

Boleh jadi rencana pembangunan gedung pencakar langit tersebut sebagai salah satu upaya pembangunan imej Pertamina sebagai sebuah perusahaan world class. Gedung ini akan menjadi simbol transformasi perusahaan BUMN tersebut. Dari tampilannya, bangunan Pertamina Energy Tower tampak seperti peluru yang siap melesat ke angkasa luar.

Publik tentu mendukung upaya Pertamina untuk menjadi National Oil Company (NOC) yang membanggakan dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan migas kelas Asia dan dunia seperti Petronas. 

Ini berarti, upaya sebagian elemen masyarakat untuk mendorong Pertamina mengambil alih fungsi regulasi dan pengawas industri migas yang saat ini dipegang SKK Migas (sebelumya BPMIGAS), dengan struktur yang berbeda, tentu agak aneh dan bertentangan dengan upaya Pertamina menjadi korporasi yg siap bersaing di kancah global. Biarkan fungsi regulasi dan pengawas dipegang oleh pemerintah melalui lembaga yang terpisah seperti SKK Migas.



Gedung yang menghebohkan di China karena tampak seperti Mr. P
Seoarang kolega sempat berkelakar gedung tersebut dari kejauhan tampak seperti, maaf, “penis” seperti sebuah gedung tinggi di China yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu. Benarkah demikian? Tergantung persepsi masing-masing. Tapi kalau melihat lebih jeli, gedung tersebut tampak seperti peluru.


Pertanyaan lain adalah seberapa kuat gedung tinggi tersebut bila terjadi gempa bumi menghantam Jakarta. Dan bila terjadi gempa, sekuat apa gedung tersebut bisa bertahan? Beberapa tahun lalu, mantan gubernur DKI Jakarta Foke pernah mengatakan gedung-gedung tinggi yang dibangun di bawah 10 tahun di ibu kota tak akan rusak bila terjadi guncangan gempa hingga 9-10 skala Richter. Yang terjadi mungkin hanya terjadi keretakan, bukan pada struktur utama.

Wah, bayangkan bila terjadi gempa. Mereka yang berada di lantai paling tinggi pasti akan merasakan goyangan gempa seperti diayun. Dan penghuni harus turun dari lantai 80 hingga lantai dasar menggunakan tangga. Berapa lama baru akan tiba di dasar? Yang paling aman adalah tidak kemana-mana sambil menunggu gempa usai. Tentu, para arsitek sudah dan seharusnya menganalisa dan mengantisipasi guncangan gempa.

Para pakar kegempaan sebetulnya telah memetakan Jakarta rentan kena gempa apalagi dengan ditemukannya gunung api bawah laut di lepas pantai Sumatra bagian selatan, atau lepas pantai Lampung.  Jakarta, kata para ahli, berada di antara sesar aktif Selat Sunda dan patahan di Jawa Barat serta patahan besar selatan Jawa yang sering menjadi sumber gempa Jakarta.


Signature Tower, Artha Graha Group
Menurut para ahli, Jakarta memiliki formasi geologi muda. Lapisan paling atas tanah lunak terdiri lempung - lempung pasiran dari endapan periode Holosen Akhir (12 ribu tahun). Dibawahnya alluvial vulkanik dari zaman Pleistosen Akhir.  Dibawahnya endapan marine dan non-marine dari periode Pleistosen Awal (2.588 juta tahun). Paling bawah batuan  periode Tersier.



Ir Engkon K Kertapati, peneliti Pusat Survei Geologi – Badan Geologi, mengatakan bahwa Jakarta berada di atas tanah yang sangat rentan guncangan gempa. Secara geologis, Jakarta terbagi dua ; Jakarta bagian utara dengan lapisan tanah lunak dan Jakarta bagian selatan dengan lapisan tanah relatif lebih padat.


Jakarta utara paling rawan mengalami proses likuifaksi (tanah amblas). Sifat tanahnya merambatkan getaran gempa sehingga  mengalami amplifikasi  (perbesaran) guncangan terhadap gedung di atasnya. Formasi geologi ini membuat Jakarta ikut merasakan guncangan meski episentrum gempa sejauh 200 km.  Saat itu Jakarta Utara mengalami amplifikasi gempa 2 kali lipat dan selatan Jakarta mengalami amplifikasi gempa sebesar 1,5 kali lipat.

Nah, tugas perusahaan dan Pemda DKI untuk memastikan semua gedung tinggi yang akan dibangun di Jakarta betul-betul tahan terhadap gempa bumi, termasuk Pertamina Energy Tower.

Merah     -    Gempa Selat Sunda 16 Oktober 2009 (USGS) 
Kuning    -    Ditemukan Gunung Bawah Laut Raksasa dengan ketinggian diatas 4.000 meter dan diameter 50 km  di perairan barat Bengkulu
  
Jauh sebelum Pertamina mengumumkan rencananya membangun salah satu gedung tertinggi di ibu kota, grup Artha Graha mengumumkan rencananya untuk membangung gedung tertinggi di Indonesia yang disebut Signature Tower. Ya, bila selesai, gedung tersebut bakal menjadi ‘signature’ Tomy Winata, pemilik grup Artha Graha, di Jakarta. Menurut beberapa sumber, bila selesai gedung Signature Tower bakal menjadi gedung tertinggi ke-5 di dunia.

Rencananya, Signature Tower akan dibangun pada Lot 6 dan 7 di SCBD, Jakarta. Gedung ini dirancang setinggi 600 meter lebih dengan jumlah 111 lantai. Signature Tower akan merebut rekor menara tertinggi Indonesia yang saat ini dipegang Wisma 46 setinggi 262 meter. Bangunan Automall yang berada di SCBD akan menjadi lokasi Signature Tower.

Menurut The Council on Tall Buildings and Urban Habitat Signature Tower berada di urutan kelima gedung tertinggi di 2020. Dalam daftar kedua lembaga itu, gedung tertinggi di tanah air diapit oleh Seoul Light DMC Tower dengan tinggi 640 meter di posisi ketiga, dan Shanghai Tower dengan tinggi 632 meter di posisi keempat. (*)