Kamis, 28 Agustus 2014

Kini Giliran Politisi Hanura yang Diproses KPK

Bambang Soeharto
Buntut dari kasus suap Kejaksaan Negeri Praya, Ketua Dewan Pimpinan Kosgoro, Bambang Wiratmadji Soeharto yang adalah politisi Hati Nurani Rakyat (Hanura) tersebut juga diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan nasib Bambang akan segera ditentukan. "Intinya sudah ada dan tinggal diumumkan, memang belum dalam waktu dekat," ucap Adnan.

Adnan memberikan keterangan bahwa pengusutan kasus dugaan suap di lingkungan Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, semakin gencar menjurus ke Bambang karena perkembangan persidangan kasus tersebut semakin memperjelas kedudukan Bambang. "Bambang sudah disebut di pengadilan sehingga relatif tak rumit. Setelah semuanya cukup, kami akan mengumumkannya," ujar Adnan.

Nama Bambang Wiratmadji Soeharto sudah lama ikut disebut-sebut di kasus suap PN Praya. Bekas Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilihan Umum Partai Hati Nurani Rakyat itu adalah bos Lusita Ani Razak, Direktur PT Pantai Aan, terdakwa kasus tersebut.

Suap dilakukan agar Kejari Praya mempercepat putusan perkara Along jilid I dan mendesak agar jaksa segera melakukan penahanan pada perkara Along jilid II. Perkara itu terkait dengan penyerobotan tanah di Desa Selong Belanak, Kecamatan Praya Bara.

Perkara bermula dari pelaporan Bambang ke kepolisian terhadap Along alias Sugiharta atas dugaan pemalsuan sertifikat lahan. Perkara lalu disidang di PN Praya. Majelis hakim dipimpin Sumedi dengan anggota Anak Agung Putra Wiratjaya dan Dewi Santini. Adapun penuntutnya dipimpin Apriyanto Kurniawan.

Belakangan, diketahui duit Lusita tak hanya mengalir ke Subri. Dalam surat dakwaan tersebut terungkap Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Lombok Timur Deni Septiawan, jaksa Aprianto Kurniawan yang menjabat Kepala Seksi Pidana Khusus PN Praya, dan bekas hakim PN Praya, Desak Ketut Yuni, ikut kecipratan duit Lusita.

Pada 15 Desember 2013, KPK melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan status cegah untuk Bambang Soeharto, Apriyanto, Sumedi, Anak Agung, dan Dewi.

Seperti yang sudah diketahui, mantan Kepala Kejaksaan Negeri Praya Subri telah divonis 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta, subsider enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Mataram. Subri terbukti menerima janji atau jabatan berupa promosi jabatan sebagai aspidum Banten atau Lampung dari Bambang W. Suharto.


Memang tidak ada satu pun partai politik yang bersih ya! Koruptor bercokol di semua partai. Mari kita tetap terus dukung KPK!

Antrean Mengular di Hampir Semua SPBU di Indonesia!

antrean BBM
Hampir seluruh SPBU di kota-kota dan kabupaten-kabupaten negeri ini kehabisan stok bensin bersubsidi dan solar.

Antrian panjang motor dan mobil telah mulai terlihat sejak pagi di berbagai SPBU, walaupun papan yang bertulisan menerangkan bahwa minyak diesel dan solar telah habis sudah dipasang.

“Saya terpaksa beralih membeli pertamax karena bensin di SPBU sudah habis dan tidak ada pilihan lain, daripada sepeda motor saya mogok,” keluh salah seorang warga Jember, Aminudin.

Menurutnya, biasanya untuk membeli pertamax tidak perlu antre di SPBU karena konsumen yang memakai BBM nonsubsidi jumlahnya relatif sedikit, namun bahkan saat ini warga harus antre panjang untuk membeli pertamax selama beberapa hari terakhir, karena BBM bersubsidi sedang langka. “Lebih baik pemerintah menaikkan harga premium dan solar daripada situasinya seperti ini, sehingga warga tidak perlu antre panjang hanya untuk membeli BBM,” tambahnya.

Pengalaman yang kurang lebih sama juga dialami oleh Sukmawati yang mengaku sudah antre membeli pertamax di SPBU Jalan Gajahmada sejak lama, namun tidak lama kemudian petugas menyampaikan stok pertamax sudah sudah habis. “Saya kecewa karena tidak mendapatkan pertamax, padahal sudah antre. Terpaksa saya menunggu di SPBU karena kabarnya akan datang pasokan BBM yang sedang dalam perjalanan,” tuturnya.

Lain lagi kisah para pengendara sepeda motor. Beberapa dari mereka yang enggan menunggu memilih untuk memutar kendaraannya untuk mencari bensin eceran di berbagai ruas jalan. Para pedagang yang biasanya menjual bensin eceran juga tampak telah beralih menjual pertamax. “Saya membeli pertamax eceran harganya Rp15 ribu per botol, padahal di SPBU harga BBM nonsubsidi tersebut hanya Rp11.500 per liter. Tidak ada pilihan lain, saya terpaksa membeli pertamax eceran daripada terlambat menjemput anak saya,” ucap Nurhadi.

Kebijakan PT Pertamina (Persero) untuk melakukan normalisasi pasokan bahan bakar minyak bersubsidi ternyata tidak mempengaruhi antrean pembeli premium dan solar, bahkan pertamax di sejumlah SPBU.

Assistant Manager External Relation Marketing Operation Region V PT Pertamina Heppy Wulansari mengungkapkan bahwa Pertamina melakukan normalisasi pasokan BBM bersubsidi untuk memulihkan situasi. “Pertamina sudah menginstruksikan SPBU di Region V untuk menambah ‘delivery order’ (DO) penambahan jam operasi di seluruh terminal BBM dan terhitung sejak 27 Agustus 2014 dilakukan normalisasi untuk penyaluran BBM bersubsidi ke SPBU,” pungkasnya.


Di penghujung kepemerintahan SBY, langkanya BBM akan mencoreng dan memberikan kesan buruk pemerintahan SBY. Semoga saja di pemerintahan Jokowi nanti kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi.

Kamis, 14 Agustus 2014

Indonesia Menuju Less Cash Society

Gerakan Nasional Non Tunai
Bank Indonesia (BI) terus mendorong gerakan less cash society atau Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) kepada masyarakat. "GNNT ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Sebagai bentuk komitmen atas perluasan penggunaan instrumen non tunai, kami akan menjadikan GNNT sebagai gerakan tahunan yang didukung dengan berbagai kegiatan untuk mendorong meningkatkan pemahaman masyarakat akan penggunaan instrumen non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran," jelas Gubernur BI, Agus Martowardojo.

Selain itu, BI menilai gerakan non-tunai tersebut bisa mengurangi tindak kriminalitas. "Dengan noncash dapat menghindari upaya pembiayaan transaksi yang terkait dengan kecurangan, fraud, terorism, kita juga lihat kalau dilakukan secara elektronik, dimungkinkan untuk bisa ada program tabungan, program menabung dan menyimpan dana sampai akhirnya masyarakatnya bisa jauh lebih efisien," ungkapnya.

Lebih jauh lagi, Agus juga menilai bahwa gerakan transaksi non-cash bisa membuat perekonomian lebih efisien. Hal itu dikarenakan semua proses pembayaran tercatat secara rapi sehingga akuntabilitas dan transparansinya tidak tinggi. "Kalau pembayaran atau transaksi itu dilakukan dilakukan secara nontunai, itu lebih akan ada akuntabilitasnya dan transparansi. Karena semua tercatat dan terdokumentasi dan semua sama-sama tahu kalau seandainya semua dilakukan secara tunai itu nanti akuntabilitas dan transparansi tidak tinggi," pungkasnya.

Dibandingkan negara-negara ASEAN, penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan penduduk Indonesia relatif masih rendah. Padahal dengan kondisi geografi dan jumlah populasi yang cukup besar, masih terdapat potensi yang cukup besar untuk perluasan akses layanan sistem pembayaran di Indonesia. Untuk itu, BI bersama perbankan sebagai pemain utama dalam penyediaan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat perlu memiliki visi yang sama dan komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat dalam mewujudkan LCS.

GNNT ini juga didukung oleh bank-bank besar lain. Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib menuturkan bahwa Bank Mega bersama lima bank besar yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, dan Bank DKI mengeluarkan layanan e-money untuk pembelian tiket TransJakarta. Keikutsertaan Bank Mega sebagai bank yang menyediakan e-money dengan nama Mega Cash untuk mendukung program GNNT.

Direktur Utama BNI, Gatot M Suwondo juga menyatakan dukungannya terhadap program GNNT. “Wujud dari kolaborasi ini adalah dengan digunakannya tiket elektronik pada kereta Commuter dan bus Trans Jakarta, yang dapat membuat transaksi menjadi lebih mudah, nyaman, dan handal untuk mempercepat pertumbuhan Gerakan Nasional non Tunai (Less Cash Society)," ujar Gatot.


Rabu, 06 Agustus 2014

Pertamina vs PLN = Indonesia Padam!

solar Pertamina
Perselisihan antara Pertamina dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus berlanjut. Kekisruhan ini diawali ketika Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengancam Pertamina akan menghentikan pasokan solar ke pembangkit-pembangkit listrik PLN apabila PLN tidak membayar harga solar sebesar 7,8 persen dari Mean of Plats Singapore (MOPS). Sampai sekarang PLN masih membayarnya dengan ketentuan harga solar 5 persen dari MOPS. Menurut Pertamina, harga itu sudah sesuai kesepakatan antara Pertamina dengan PLN berdasarkan kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pertamina mengaku tak mau merugi terus karena harga lama disebut merugikan perusahaannya.

"Satu semester Pertamina rugi 45 juta dollar karena jual ke PLN. Gak boleh, jualan gak boleh rugi dong," ujar Hanung. Dia kemudian menambahkan bahwa sebenarnya Direktur Utama PLN dan Pertamina sudah bertemu untuk membicarakan masalah ini. Namun ia mengakui bahwa pertemuan tersebut hanya menghasilkan kesepakatan untuk kembali menghitung harga jual BBM dari Pertamina ke PLN. "Kemudian Dirut PLN usul tarik second opinion, kita sepakat, lalu Dirut PLN tulis surat ke BPKP minta hitungan beliaU harganya berapa yang layak untuk Pertamina," pungkasnya.

Sedangkan Kepala Divisi Gas dan BBM PLN Suryadi Mardjoeki mengatakan bahwa mereka hanya melaksanakan keputusan Kementerian Keuangan. Harga kajian BPKP disebutnya tak disetujui oleh Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Akibatnya, PLN tak bisa memproses pembayaran harga yang baru itu.

Menurut pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, seharusnya pemerintah segera turun tangan dalam polemik tersebut. Polemik harga itu disebut tak akan bisa selesai jika cuma diurus secara business-to-business antara Pertamina dengan PLN selaku badan usaha milik negara (BUMN).

"Saya kira kalau diserahkan pada B-to-B agak sulit diselesaikan. Simpulnya ada di Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan," ujar Komaidi. Menurutnya lagi, Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral harus segera menyelesaikan polemik harga solar antara PLN dengan Pertamina itu dikarenakan listrik adalah merupakan hajat hidup orang banyak. Sedangkan Pertamina sudah mengancam akan menghentikan pasokan solar jika PLN tak memenuhi harga sesuai klausul kontrak. "Kalau diserahkan ke PLN dan Pertamina, nanti debatnya, 'mana duluan, telur atau ayam?' Dua-duanya punya argumen yang kuat," tambahnya.

Apabila memang benar Pertamina akan menghentikan listrik ke PLN, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi gelap karena pasokan solar ke pembangkit listrik PLN selama ini mayoritas berasal dari Pertamina. Kebutuhan BBM PLN pada tahun ini mencapai 7,1 juta kiloliter, sedangkan yang dipasok oleh non-Pertamina hanya tidak sampai sejuta kiloliter!