Meneg BUMN Dahlan Iskan ditengah kontroversi |
Dalam era keterbukaan seperti sekarang, penting untuk melihat
sosok pemimpin dan pejabat pemerintah secara kritis. Masyarakat dituntut tidak
hanya melihat sisi poisitif pejabat tersebut, tapi juga perlu juga jeli melihat
sisi negatif. Dengan demikian, penilaian dan persepsi publik terhadap pejabat
tersebut seimbang dan mendekati kebenaran. Salah satu sosok yang perlu dilihat
secara kritis tentu saja Dahlan Iskan, Menteri BUMN, apalagi DI, demikian ia
sering disapa awak media, menangani badan usaha milik negara (BUMN) dengan nilai
aset ribuan triliun rupiah.
Dahlan Iskan sejauh ini dimata publik merupakan sosok yang
sederhana dan pekerja keras. Namun, disisi lain ia juga terkadang aksinya
menuai kontroversi. Lihat saja ketika dia menyutujui penjualan 10% saham Garuda
ke perusahaan CT Corp, milik Chairul Tanjung. DI dikritik karena kedekatannya
dengan CT telah memuluskan penjualan saham tersebut. Demikian juga ketika
TelkomVision dilepas ke CT Corp. Penjualan saham TelkomVision tersebut juga
tidak mulus dan ditolak oleh sebagian anggota DPR. Anggota DPR curiga penjualan
saham Telkom Vision ke CT Corporation sedikit banyak dipengaruhi kedekatan DI
dengan pemilik CT Corp.
Kontroversi yang terbaru terkait dengan anak perusahaan
Pertamina. Dahlan Iskan dituduh ‘ada main’ dengan salah satu anak perusahaan Pertamina
sehingga merugikan perusahaan minyak dan gas milik negara tersebut (skalanews.com). DI dituduh mengintervensi
operasional anak perusahaan Pertamina tersebut.
Pemerhati
energi nasional, Yusri Usman, menuding Menteri BUMN Dahlan Iskan terlibat
praktik bisnis, dengan cara mengintervensi operasional PT Pertamina. Dalam
suratnya kepada Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia dan juga
Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina, Yusril menyampaikan adanya masalah
Kerja Sama Operasi (KSO) Pertamina EP, di Lapangan Limau Timur (asset 2) dan
Lapangan Cepu (asset 4). KSO di Limau dan Cepu dilakukan dengan pihak swasta.
Mitra swasta yang digandeng adalah Daqing Oilfield Company
Ltd, sebuah perusahaan asel negeri Tirai Bambu (China) dan PT Geo Cepu
Indonesia. Geo Cepu, kata Yusri mengutip sumber-sumber yang dimilikinya,
dikendalikan oleh Gunawan Hadi Putro, mantan karyawan ARCO Indonesia yang juga
pernah bekerja di bawah Jawa Pos group, milik Dahlan Iskan. Yusri menduga
Dahlan berperan dalam pelepasan lima blok gas metana batubara milik PT
Pertamina Hulu Energi (PHE), ke PT Sugico Graha.
Publik punya hak untuk mencurigai dan mempertanyakan integritas Meneg BUMN apalagi sikapnya terkadang tidak konsisten. Misalnya, pada masa-masa awal dia diangkat menjadi Menteri BUMN, dia sangat getol untuk membubarkan Petral, importir minyak yang juga merupakan anak perusahaan Pertamina. Namun, belakangan DI tampak memasang badan untuk menjaga kepentingan Pertamina terkait kontrak pengelolaan Blok Mahakam pasca 2017.
Pertanyaannya, apakah tuduhan Yusri Usman tersebut benar?
Tentu Yusri tidak asal menuduh. Pasti ada bukti-bukti yang mendasari pernyataannya.
Maka menjadi tugas Menteri BUMN untuk memberi klarifikasi kepada publik apakah
tuduhan tersebut benar, setengah benar, atau tidak benar. Bila tidak ada klarifikasi, boleh jadi publik
akan mengiyakan, bahwa memang benar DI mengintervensi operasional anak
perusahaan Pertamina tersebut.
Bila intervensi tersebut terjadi, maka patut disesalkan.
Presiden perlu mengambil tindakan tegas. Kita tunggu, mudah-mudahan pihak DI
akan segera memberikan tanggapan.
Terlepas dari tuduhan tersebut, satu hal yang pasti, BUMN memilik
peran yang strategis dalam perekonomian nasional. BUMN-BUMN tertentu menjadi
pendorong atau pemain utama di sektornya, seperti Pertamina (minyak dan gas
bumi), PT Jasa Marga Tbk yang menjadi pemain utama di sektor jalan tol, PLN
yang memonopoli listrik, dan lain-lain. BUMN tidak saja menjadi driver atau pendorong
pertumbuhan ekonomi, tapi juga menjadi salah satu sumber pendapatan negara,
baik berupa dividen, pajak atau pendapatan lainnya.
Menteri BUMN berperan penting untuk memastikan BUMN-BUMN
tersebut mencapai kinerja yang maksimal. Sangat disesalkan bila mandat yang
diberikan negara disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan. (*)