Tantangan
terbesar pemerintah Indonesia pada 2014 adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif,
menghilangkan faktor ketidakpastian (hukum dan politik), termasuk
ketidakpastian kontrak blok migas yang segera berakhir, meningkatkan investasi
eksplorasi dan produksi serta menciptakan peraturan yang mendukung eksplorasi
(seperti insentif fiskal) agar investor terdorong untuk berinvestasi.
* * *
Sebuah anjungan minyak & gas laut dalam |
Satuan
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas),
yang sebelumnya bernama BPMIGAS, memberikan keterangan pers terkait kinerja
industri hulu minyak dan gas bumi (migas) selama 2013. Ada beberapa poin
penting yang disampaikan oleh Plt. Kepala SKK Migas J. Widjonarko antara lain
realisasi investasi, produksi/lifting minyak dan gas bumi, kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi dan kegiatan seismic. Pesan yang muncul dari laporan akhir
tahun ini adalah bahwa ada beberapa catatan penting yang perlu mendapat
perhatian serius dari pemerintah pada tahun 2014 nanti.
Yang
jelas, industri minyak dan gas bumi mengalami tantangan berat selama tahun
2013, baik yang bersifat teknis maupun non-teknis. Tantangan yang bersifat
non-teknis, misalnya, kasus gratifikasi yang menghebohkan pada Agustus lalu
yang melibatkan mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini (RR). RR, saat ini
sedang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk proses investigasi
lebih lanjut dan menanti sidang yang rencananya dimulai Januari 2014.
RR
ditahan karena kedapatan menerima sejumlah uang dari sebuah perusahaan trader
minyak dan gas bumi Kernel Oil yang berbasis di Singapura. KPK mengklaim dana
yang berjumlah ratusan dolar AS tersebut diduga untuk memuluskan proses tender
penjualan minyak yang menjadi hak negara. Tidak hanya Rudi, beberapa pihak lain
juga saat ini sudah ditahan, dan kemungkinan masih ada lagi yang ditahan dan
diproses di pengadilan terkait kasus gratifikasi tersebut. Kasus ini paling
tidak telah menyita emosi dan energi pekerja SKK Migas.
Selain
masalah non-teknis, cukup banyak masalah teknis yang menghambat kinerja
industri hulu migas tahun 2013. Diantaranya, kendala subsurface, penyerapan pembelian
gas bumi oleh buyer yang lebih rendah
dari komitmen, masalah keterlambatan pembangunan fasilitas produksi termasuk
fasilitas produksi Blok Cepu, masalah gangguan pada fasilitas produksi migas
yang berujung pada temporary shut-down, dan sebagainya. Semua ini menghambat
pencapaian tingkat produksi minyak dan gas yang telah ditargetkan serta
penerimaan negara.
Menurut
SKK Miga,s penerimaan negara dari industri hulu migas tahun 2013 mencapai
US$31,315 miliar, sedikit di bawah target APBN-P sebesar US$31,7 miliar.
Lifting
minyak yang ditargetkan sebesar 840.000 barel per hari dalam APBN hasil revisi
(APBN-P) 2013, hanya mencapai 826.000 bph (atau 99% dari target), sementara
lifting gas bumi mencapai 6.981 juta British themral unit per hari (MMBTUD),
atau 97% dari target 7.175 MMBUTD.
Kepala
SKK Migas mengakui ada kendala sub-surface yang menyebabkan menurunnya potensi produksi
minyak di luar perkiraan sekitar 35,000 bopd. Penurunan ini terjadi akibat
penurunan alamiah produksi pada lapangan-lapangan migas yang tua, yang mencapai
rata-rata 4,1 persen, terutama pada Blok Rokan dan Blok Mahakam, yang mencatat
declining rate melebihi 5 persen selama 2013.
Penurunan
produksi alamiah pada Blok Mahakam tidak mengherankan karena blok migas yang
dioperasikan oleh Total E&P Indonesie itu, dan bermitra dengan Inpex Corp,
telah berproduksi selama 40 tahun lebih. Blok tersebut tergolong blok tua
(matured ), sehingga dibutuhkan investasi besar dan teknologi terbaru untuk
mencegah penurunan produksi alamiah. Setiap tahun, operator berinvetasi
besar-besaran untuk mencegah penurunan alamiah tersebut. Untuk itu, operator Blok Mahakam, telah
menyatakan komitmen investasinya sebesar uS$7,3 miliar dalam 5 tahun kedepan,
sebagai upaya untuk mencegah penurunan alamiah blok migas tersebut.
Blok
Mahakam, walaupun sudah uzur, masih dianggap sebagai blok yang strategis karena
menyuplai sekitar 80 persen pasokan gas ke fasilitas produksi LNG di Bontang,
Kalimantan Timur. Dari situ, LNG dikirim keluar negeri dan menyumbang devisa
bagi negara, sementara sebagian dipasok ke pasar dalam negeri untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan listrik negara PLN serta industri.
Faktor
penghambat lain adalah penyerapan gas oleh pembeli yang lebih rendah dari
komitmen. Selama 2013, terdapat 15 pembeli gas bumi membeli gas di bawah
komitmen karena adanya kendala fasilitas dan jaringan. Akibatnya, terjadi kehilangan
potensi produksi sebesar sekitar 420 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) atau
75.000 barel ekuivalen minyak per hari (BOEPD).
Perusahaan-perusahaan
migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) memang berupaya untuk
mengoptimalkan produksi melalui penambahan pengeboran, work over dan
well-service, sehingga menambah produksi sebesar 93.000 bopd, namun tidak cukup
mengkompensasi (off-set) penurunan produksi di blok migas lainnya.
Realisasi
rencana pengeboran eksploitasi dibawah target yakni 980 sumur pengembangan,
779
sumur workover, dibandingkan dengan target sebanyak 1.107 sumur pengembangan
dan 953 sumur work-over. Sementara realisasi pengeboran sumur eksplorasi hanya
mencapai 91 sumur, dari target 121 sumur, akibat berbagai kendala seperti
pembebasan lahan, proses pengadaan, jadwal rig, keterlambatan persiapan lokasi
dan evaluasi subsurface.
Realiasi
kegiatan seismic dua dimensi juga dibawah target yakni sepanjang 11.949 km
untuk seismic 2D dari target 15.647 km, dan 14.177 km seismic 3D dari target
22.576 km.
Total
investasi hingga akhir tahun 2013 diperkirakan sekitar US$19,342 miliar atau naik
sekitar 17% dari tahun lalu sebesar US$16,543. Jadi ada peningkatan signifikan
dalam tiga tahun terakhir. Namun, sebenarnya peningkatan ini masih tidak cukup
dibanding dengan potensi peningkatan investasi. Investasi migas ini diharapkan
mendapat perhatian serius dari pemerintah selama tahun politik 2014.
Lalu
bagaimana kinerja industri migas 2014? Tentu akan semakin sulit mengingat
pemerintah fokus pada agenda Pemilu untuk memilih anggota Legislatif dan
Presiden-Wakil Presiden. Dikhawatirkan agenda politik akan berpengaruh pada
keputusan-keputusan yang terkait sektor energi, misalnya soal perpanjangan
blok-blok migas yang kontraknya akan berakhir dalam 3-5 tahun mendatang,
termasuk Blok Mahakam.
Tantangan
terbesar pemerintah di tahun 2014 adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif,
menghilangkan faktor ketidakpastian (hukum dan politik), termasuk
ketidakpastian kontrak blok migas yang segera berakhir, meningkatkan investasi
eksplorasi dan produksi serta menciptakan peraturan yang mendukung eksplorasi
(insentif fiskal) agar investor terdorong untuk berinvestasi. (*)