Belakangan ini, beberapa
wilayah di Jawa, Sumatera dan daerah-daerah lain di Indonesia mengalami pemadaman listrik.
Pertanyaannya, apakah Indonesia sedang mengalami krisis listrik? Apakah
pemadaman listrik tersebut mencerminkan masalah listrik yang lebih
besar dimasa-masa mendatang? Lalau apa yang harus dilakukan oleh perusahaan listrik
negara PLN dan pemerintah untuk mengantisipasi krisis listrik dimasa datang?
Apa akibatnya bila pemadaman listrik terus menghantui perekonomian nasional?
Apa tanggapan PLN terhadap pemadaman listrik ini? Pemadaman listrik yang terjadi di beberapa
daerah belakangan terjadi dengan alasan berbeda-beda tiap daerah, demikian kata PLN. Ada daerah yang listriknya padam karena jaringan rusak. Ada yang karena trafonya rusak. Tapi ada juga wilayah yang mengalami pemadaman karena suplai listrik memang tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan akibat terlambatnya
penyelesaian proyek pembangkit listrik.
Nur Pamudji, direktur utama PLN,
mengakui beberapa aerah dalam beberapa hari terakhir mengalami pemadaman, namun
alasannya tidak sama. Di Sumatera, memang terjadi defisit listrik. Pasokan
tidak mencukupi permintaan. Untuk itu, PLN akan mendatangkan genset ke Sumatera
Utara dengan total kapasitas 150 megawatt (MW. Defisit listrik seharusnya tidak
terjadi bila proyek pembangkit listrik selesai sesuai rencana. Masalahnya, ada
beberapa proyek pembangkit listrik yang terlambat sehingga terjadi defisit
listrik di wilayah Sumatera.
Pemadaman listrik tampaknya masih
akan dialami di beberapa wilayah Sumatera hingga akhir tahun mengingat suplai
gas bumi dari lapangan migas Grissik yang dikelola ConocoPhillips akan
melakukan shutdown dalam 1-2 bulan
kedepan untuk pemeliharaan (maintenance).
Disamping keterlambatan beberapa
proyek pembangkit listrik, permintaan listrik di Sumatera tergolong lebih
tinggi yakni 15% per tahun dibanding wilayah lain di Indonesia. Sementara,
konsumsi listrik yang ditargetkan PLN hanya 9% per tahun.
Ada beberapa pembangkit yang terganggu akibat kekurangan pasokan gas. PLN
memang sedang mengurangi konsumsi BBM (bahan bakar minyak) dan menggantikannya dengan
gas bumi atau batubara. Namun, pembangkit listrik yang telah mengkonsumsi gas
bumi belum signifikan akibat kekurangan pasokan gas bumi.
Disamping itu, terkadang lokasi pembangkit listrik jauh dari sumber gas sehingga sulit untuk mengalirkan atau mentransportasikan sumber gas ke pembangkit PLN.Gas bumi memang berbeda dengan minyak bumi. Bila PLN membutuhkan minyak bumi, maka tinggal mencarinya dipasar atau mengimpor. Sementara untuk mendapatkan gas bumi, perlu kontrak jangka panjang. Biasanya, kontrak ditanda-tangani dulu, barulah proyek lapangan gas dikembangkan. Alasannya, gas cepat menguap dan begitu berproduksi harus langsung dikirimkan ke konsumen atau pembeli, tidak bisa disimpan terlalu lama di storage tank seperti minyak bumi. Selain biayanya mahal, juga tidak efisien.
Disamping itu, terkadang lokasi pembangkit listrik jauh dari sumber gas sehingga sulit untuk mengalirkan atau mentransportasikan sumber gas ke pembangkit PLN.Gas bumi memang berbeda dengan minyak bumi. Bila PLN membutuhkan minyak bumi, maka tinggal mencarinya dipasar atau mengimpor. Sementara untuk mendapatkan gas bumi, perlu kontrak jangka panjang. Biasanya, kontrak ditanda-tangani dulu, barulah proyek lapangan gas dikembangkan. Alasannya, gas cepat menguap dan begitu berproduksi harus langsung dikirimkan ke konsumen atau pembeli, tidak bisa disimpan terlalu lama di storage tank seperti minyak bumi. Selain biayanya mahal, juga tidak efisien.
Contoh gas bumi yang diproduksi oleh
BPTangguh. Pengembang proyek BP Tangguh menandatangani kontrak dengan pembeli
gas sebelum proyek tersebut dikembangkan. Demikian juga dengan Blok Mahakam. Gas
bumi (LNG) dari blok tersebut sudah ada pembeli jangka panjang, termasuk
perusahaan-perusahaan Jepang. Namun, kita bersyukur bahwa pemerintah berhasil
melakukan renegosiasi untuk mengalokasikan sebagian output dari Gas Bontang,
yang sebagian besarnya dari Blok Mahakam, untuk memenuhi kebutuhan pembangkit
listrik PLN di Jawa Barat. Gas bumi yang telah diubah ke bentuk liquid dikirimkan
dari Bontang ke FSRU (floating storage and regasification unit) di lepas pantai utara Jawa. LNG dari FSRU itu kemudian
diubah kembali menjadi gas, dan disalurkan ke pembangkit listrik PLN di Jakarta
utara.
Saat ini, produksi gas bumi
Indonesia yang terbesar masih datang dari Blok Mahakam. Sekitar 30% produksi gas bumi dihasilkan
oleh blok Mahakam yang sudah memasuki usia uzur itu. Kedepan, memang ada beberapa
proyek gas bumi yang akan dikembangkan, yang diharapkan akan memenuhi kebutuhan
gas bumi dari dalam negeri, termasuk proyek pengembangan lapangan Abadi di Blok
Masela, pengembangan Train 3 dan 4 di Tangguh oleh BP Tangguh bersama mitranya,
serta Blok East Natuna.
Produksi gas bumi dari lapangan
Abadi, Blok Masela tampaknya baru akan masuk ke pasar sekitar tahun
2019-2020, dengan catatan rencana pengembangan blok tersebut sesuai dengan
masterplan. Juga tergantung apakah pemerintah akan memperpanjang kontrak Inpex
di blok tersebut mengingat kontrak Inpex akan berakhir tahun 2028. Masa
produksi yang hanya sekitar 10 tahun untuk proyek raksasa sekelas Blok Masela
dirasakan oleh operator (Inpex) tidak cukup, sehingga operator blok tersebut
telah mengajukan perpanjangan jauh-jauh hari (sebelum 10 tahun).
Kita menyaksikan pengembangan
beberapa lapangan gas tersendat, sementara permintaan dalam negeri
terhadap gas bumi terus meningkat. Karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah antisipasi.
Ada beberapa hal yang perlu
dilakukan pemerintah. Pertama, memastikan proyek-proyek gas yang telah berproduksi tetap berproduksi secara
konsisten. Ini termasuk produksi gas bumi dari Blok Mahakam, Grisik di Sumatera
maupun dari lapangan-lapangan lainnya. Kedua, mendorong operator-operator Blok
Migas agar mengembangkan proyek migas sesuai rencana, termasuk proyek train 3
BP Tangguh dan lapangan Abadi di Blok Masela.
Dalam konteks ini pemerintah perlu
memastikan produksi gas bumi dari Blok Mahakam tetap berjalan walaupun kontrak
operator blok tersebut akan berakhir tahun 2017. Total E&P Indonesie tampaknya terus
melanjutkan pengembangan beberapa lapangan seperti proyek Sisi Nubi fase 2B dan
Peciko 7B, yang saat ini memasuki tahap finalisasi. Menurut berita-berita
di media, proyek-proyek pengembangan Blok Mahakam tersebut akan selesai akhir
tahun, sehingga pengeboran untuk mencari cadangan migas baru dapat dimulai
akhir tahun atau awal tahun depan.
Namun, untuk pengembangan proyek
baru di Blok Mahakam bisa saja ditahan dulu jelang kontrak berakhir karena pemerintah belum membuat keputusan
apakah memperpanjang kontrak Total E&P atau tidak, atau membuat skema baru.
Keputusan yang cepat dari pemerintah diperlukan untuk memastikan investasi dan
produksi gas bumi dari Blok Mahakam tetap berjalan dan tidak terganggu.
Selain mendorong operator-operator
blok migas untuk mengembangkan proyek yang ada, pemerintah juga perlu mendorong
investor migas untuk meningkatkan investasi, terutama untuk eksplorasi atau
mencari lapangan baru. Tanpa eksplorasi, tidak akan ada penemuan cadangan gas
baru. Konsekuensinya, cadangan gas akan berkurang sehingga dapat berdampak
terhadap produksi gas bumi, yang ujung-ujungnya dapat membawa dampak buruk bagi
perekonomian nasional.
Jadi, pemadaman listrik yang dialami beberapa wilayah di Indonesia belakangan ini harus menjadi alarm atau wake-up call bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi gas bumi kedepan, termasuk memastikan produksi gas bumi dari Blok Mahakam tidak terganggu serta mendorong pengembangan proyek-proyek gas baru. Tidak kalah penting adalah mendorong pihak swasta untuk meingkatkan investasi, khsususnya untuk eksplorasi atau mencari cadangan baru. Tanpa penemuan cadangan baru, penurunan produksi gas hanya akan menunggu waktu. Dan bila produksi gas menurun, suplai gas ke PLN dan industri menurun, dan tentu akan berdampak sangat luas bagi perekonomian nasional. PR besar pemerintah saat ini adalah memastikan produksi gas ditingkatkan. (*)
Jadi, pemadaman listrik yang dialami beberapa wilayah di Indonesia belakangan ini harus menjadi alarm atau wake-up call bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi gas bumi kedepan, termasuk memastikan produksi gas bumi dari Blok Mahakam tidak terganggu serta mendorong pengembangan proyek-proyek gas baru. Tidak kalah penting adalah mendorong pihak swasta untuk meingkatkan investasi, khsususnya untuk eksplorasi atau mencari cadangan baru. Tanpa penemuan cadangan baru, penurunan produksi gas hanya akan menunggu waktu. Dan bila produksi gas menurun, suplai gas ke PLN dan industri menurun, dan tentu akan berdampak sangat luas bagi perekonomian nasional. PR besar pemerintah saat ini adalah memastikan produksi gas ditingkatkan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar