Kamis, 17 Oktober 2013

Pemadaman Listrik, Produksi Gas dan Blok Mahakam

Belakangan ini, beberapa wilayah di Jawa, Sumatera dan daerah-daerah lain di Indonesia mengalami pemadaman listrik. Pertanyaannya, apakah Indonesia sedang mengalami krisis listrik? Apakah pemadaman listrik tersebut mencerminkan masalah listrik yang lebih besar dimasa-masa mendatang? Lalau apa yang harus dilakukan oleh perusahaan listrik negara PLN dan pemerintah untuk mengantisipasi krisis listrik dimasa datang? Apa akibatnya bila pemadaman listrik terus menghantui perekonomian nasional?

Apa tanggapan PLN terhadap pemadaman listrik ini? Pemadaman listrik yang terjadi di beberapa daerah belakangan terjadi dengan alasan berbeda-beda tiap daerah, demikian kata PLN. Ada daerah yang listriknya padam karena jaringan rusak. Ada yang karena trafonya rusak. Tapi ada juga wilayah yang mengalami pemadaman karena suplai listrik memang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan akibat terlambatnya penyelesaian proyek pembangkit listrik.

Nur Pamudji, direktur utama PLN, mengakui beberapa aerah dalam beberapa hari terakhir mengalami pemadaman, namun alasannya tidak sama. Di Sumatera, memang terjadi defisit listrik. Pasokan tidak mencukupi permintaan. Untuk itu, PLN akan mendatangkan genset ke Sumatera Utara dengan total kapasitas 150 megawatt (MW. Defisit listrik seharusnya tidak terjadi bila proyek pembangkit listrik selesai sesuai rencana. Masalahnya, ada beberapa proyek pembangkit listrik yang terlambat sehingga terjadi defisit listrik di wilayah Sumatera.

Pemadaman listrik tampaknya masih akan dialami di beberapa wilayah Sumatera hingga akhir tahun mengingat suplai gas bumi dari lapangan migas Grissik yang dikelola ConocoPhillips akan melakukan shutdown dalam 1-2 bulan kedepan untuk pemeliharaan (maintenance).

Disamping keterlambatan beberapa proyek pembangkit listrik, permintaan listrik di Sumatera tergolong lebih tinggi yakni 15% per tahun dibanding wilayah lain di Indonesia. Sementara, konsumsi listrik yang ditargetkan PLN hanya 9% per tahun.

Ada beberapa pembangkit yang terganggu akibat kekurangan pasokan gas. PLN memang sedang mengurangi konsumsi BBM (bahan bakar minyak) dan menggantikannya dengan gas bumi atau batubara. Namun, pembangkit listrik yang telah mengkonsumsi gas bumi belum signifikan akibat kekurangan pasokan gas bumi. 


Disamping itu, terkadang lokasi pembangkit listrik jauh dari sumber gas sehingga sulit untuk mengalirkan atau mentransportasikan sumber gas ke pembangkit PLN.Gas bumi memang berbeda dengan minyak bumi. Bila PLN membutuhkan minyak bumi, maka tinggal mencarinya dipasar atau mengimpor. Sementara untuk mendapatkan gas bumi, perlu kontrak jangka panjang. Biasanya, kontrak ditanda-tangani dulu, barulah proyek lapangan gas dikembangkan. Alasannya, gas cepat menguap dan begitu berproduksi harus langsung dikirimkan ke konsumen atau pembeli, tidak bisa disimpan terlalu lama di storage tank seperti minyak bumi. Selain biayanya mahal, juga tidak efisien.

Contoh gas bumi yang diproduksi oleh BPTangguh. Pengembang proyek BP Tangguh menandatangani kontrak dengan pembeli gas sebelum proyek tersebut dikembangkan. Demikian juga dengan Blok Mahakam. Gas bumi (LNG) dari blok tersebut sudah ada pembeli jangka panjang, termasuk perusahaan-perusahaan Jepang. Namun, kita bersyukur bahwa pemerintah berhasil melakukan renegosiasi untuk mengalokasikan sebagian output dari Gas Bontang, yang sebagian besarnya dari Blok Mahakam, untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik PLN di Jawa Barat. Gas bumi yang telah diubah ke bentuk liquid dikirimkan dari Bontang ke FSRU (floating storage and regasification unit) di lepas pantai utara Jawa. LNG dari FSRU itu kemudian diubah kembali menjadi gas, dan disalurkan ke pembangkit listrik PLN di Jakarta utara.

Saat ini, produksi gas bumi Indonesia yang terbesar masih datang dari Blok Mahakam. Sekitar 30% produksi gas bumi dihasilkan oleh blok Mahakam yang sudah memasuki usia uzur itu. Kedepan, memang ada beberapa proyek gas bumi yang akan dikembangkan, yang diharapkan akan memenuhi kebutuhan gas bumi dari dalam negeri, termasuk proyek pengembangan lapangan Abadi di Blok Masela, pengembangan Train 3 dan 4 di Tangguh oleh BP Tangguh bersama mitranya, serta Blok East Natuna.

Produksi gas bumi dari lapangan Abadi, Blok Masela tampaknya baru akan masuk ke pasar sekitar tahun 2019-2020, dengan catatan rencana pengembangan blok tersebut sesuai dengan masterplan. Juga tergantung apakah pemerintah akan memperpanjang kontrak Inpex di blok tersebut mengingat kontrak Inpex akan berakhir tahun 2028. Masa produksi yang hanya sekitar 10 tahun untuk proyek raksasa sekelas Blok Masela dirasakan oleh operator (Inpex) tidak cukup, sehingga operator blok tersebut telah mengajukan perpanjangan jauh-jauh hari (sebelum 10 tahun).

Kita menyaksikan pengembangan beberapa lapangan gas tersendat, sementara permintaan dalam negeri terhadap gas bumi terus meningkat. Karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah antisipasi.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, memastikan proyek-proyek gas yang telah  berproduksi tetap berproduksi secara konsisten. Ini termasuk produksi gas bumi dari Blok Mahakam, Grisik di Sumatera maupun dari lapangan-lapangan lainnya. Kedua, mendorong operator-operator Blok Migas agar mengembangkan proyek migas sesuai rencana, termasuk proyek train 3 BP Tangguh dan lapangan Abadi di Blok Masela.

Dalam konteks ini pemerintah perlu memastikan produksi gas bumi dari Blok Mahakam tetap berjalan walaupun kontrak operator blok tersebut akan berakhir tahun 2017.  Total E&P Indonesie tampaknya terus melanjutkan pengembangan beberapa lapangan seperti proyek Sisi Nubi fase 2B dan Peciko 7B, yang saat ini memasuki tahap finalisasi. Menurut berita-berita di media, proyek-proyek pengembangan Blok Mahakam tersebut akan selesai akhir tahun, sehingga pengeboran untuk mencari cadangan migas baru dapat dimulai akhir tahun atau awal tahun depan.

Namun, untuk pengembangan proyek baru di Blok Mahakam bisa saja ditahan dulu jelang kontrak berakhir karena pemerintah belum membuat keputusan apakah memperpanjang kontrak Total E&P atau tidak, atau membuat skema baru. Keputusan yang cepat dari pemerintah diperlukan untuk memastikan investasi dan produksi gas bumi dari Blok Mahakam tetap berjalan dan tidak terganggu.

Selain mendorong operator-operator blok migas untuk mengembangkan proyek yang ada, pemerintah juga perlu mendorong investor migas untuk meningkatkan investasi, terutama untuk eksplorasi atau mencari lapangan baru. Tanpa eksplorasi, tidak akan ada penemuan cadangan gas baru. Konsekuensinya, cadangan gas akan berkurang sehingga dapat berdampak terhadap produksi gas bumi, yang ujung-ujungnya dapat membawa dampak buruk bagi perekonomian nasional. 

Jadi, pemadaman listrik yang dialami beberapa wilayah di Indonesia belakangan ini harus menjadi alarm atau wake-up call bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi gas bumi kedepan, termasuk memastikan produksi gas bumi dari Blok Mahakam tidak terganggu serta mendorong pengembangan proyek-proyek gas baru. Tidak kalah penting adalah mendorong pihak swasta untuk meingkatkan investasi, khsususnya untuk eksplorasi atau mencari cadangan baru. Tanpa penemuan cadangan baru, penurunan produksi gas hanya akan menunggu waktu. Dan bila produksi gas menurun, suplai gas ke PLN dan industri menurun, dan tentu akan berdampak sangat luas bagi perekonomian nasional. PR besar pemerintah saat ini adalah memastikan produksi gas ditingkatkan. (*) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar