Rabu, 06 Agustus 2014

Pertamina vs PLN = Indonesia Padam!

solar Pertamina
Perselisihan antara Pertamina dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus berlanjut. Kekisruhan ini diawali ketika Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengancam Pertamina akan menghentikan pasokan solar ke pembangkit-pembangkit listrik PLN apabila PLN tidak membayar harga solar sebesar 7,8 persen dari Mean of Plats Singapore (MOPS). Sampai sekarang PLN masih membayarnya dengan ketentuan harga solar 5 persen dari MOPS. Menurut Pertamina, harga itu sudah sesuai kesepakatan antara Pertamina dengan PLN berdasarkan kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pertamina mengaku tak mau merugi terus karena harga lama disebut merugikan perusahaannya.

"Satu semester Pertamina rugi 45 juta dollar karena jual ke PLN. Gak boleh, jualan gak boleh rugi dong," ujar Hanung. Dia kemudian menambahkan bahwa sebenarnya Direktur Utama PLN dan Pertamina sudah bertemu untuk membicarakan masalah ini. Namun ia mengakui bahwa pertemuan tersebut hanya menghasilkan kesepakatan untuk kembali menghitung harga jual BBM dari Pertamina ke PLN. "Kemudian Dirut PLN usul tarik second opinion, kita sepakat, lalu Dirut PLN tulis surat ke BPKP minta hitungan beliaU harganya berapa yang layak untuk Pertamina," pungkasnya.

Sedangkan Kepala Divisi Gas dan BBM PLN Suryadi Mardjoeki mengatakan bahwa mereka hanya melaksanakan keputusan Kementerian Keuangan. Harga kajian BPKP disebutnya tak disetujui oleh Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Akibatnya, PLN tak bisa memproses pembayaran harga yang baru itu.

Menurut pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, seharusnya pemerintah segera turun tangan dalam polemik tersebut. Polemik harga itu disebut tak akan bisa selesai jika cuma diurus secara business-to-business antara Pertamina dengan PLN selaku badan usaha milik negara (BUMN).

"Saya kira kalau diserahkan pada B-to-B agak sulit diselesaikan. Simpulnya ada di Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan," ujar Komaidi. Menurutnya lagi, Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral harus segera menyelesaikan polemik harga solar antara PLN dengan Pertamina itu dikarenakan listrik adalah merupakan hajat hidup orang banyak. Sedangkan Pertamina sudah mengancam akan menghentikan pasokan solar jika PLN tak memenuhi harga sesuai klausul kontrak. "Kalau diserahkan ke PLN dan Pertamina, nanti debatnya, 'mana duluan, telur atau ayam?' Dua-duanya punya argumen yang kuat," tambahnya.

Apabila memang benar Pertamina akan menghentikan listrik ke PLN, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi gelap karena pasokan solar ke pembangkit listrik PLN selama ini mayoritas berasal dari Pertamina. Kebutuhan BBM PLN pada tahun ini mencapai 7,1 juta kiloliter, sedangkan yang dipasok oleh non-Pertamina hanya tidak sampai sejuta kiloliter!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar