Kamis, 13 Maret 2014

Asap Di Riau dan Sekitarnya Tambah Parah dan Ancam Pemilu, Siapa Peduli?

Kota Riau dikepung asap
Bila Anda berencana bepergian ke Riau, Jambi atau Padang dalam hari-hari kedepan, mungkin rencana tersebut dipikirkan lagi. Betapa tidak, setelah lebih dari sebulan, rupanya asap api di Riau dan sekitarnya kini bertambah parah, bukannya berkurang. Provinsi Riau menderita paling parah. Banyak sekolah telah diliburkan, mobilitas masyarakat terganggu. Hari ini kita mendengar Departemen Perhubungan telah membatalkan 58 penerbangan ke Sumatera Utara, tidak hanya ke Riau tapi juga ke kota-kota besar sekitarnya seperti Padang atau Jambi. 

Cukup banyak penumpang yang kini terjebak dan tidak bisa bepergian. Bahkan ada beberapa pejabat pemerintah yang saat ini berada di Padang belum bisa kembali ke Jakarta. Rupanya, asap yang tadinya berpusat di provinsi Riau telah mengirim asap ke provinsi-provinsi tetangga seperti Sumatra Barat dan Jambi. Kita sebagai warga negara tentu sangat prihatin dengan kondisi di Riau. Prihatin karena kita punya sahabat, teman, keluarga atau rekan kerja yang kini tak bisa berbuat apa-apa, hanya berdoa dan menunggu asap itu pergi, tapi kapan? 

Masalah asap di Riau dan sekitarnya seharusnya bukan lagi menjadi masalah daerah tapi masalah nasional. Mengapa? Pertama, asap yang tebal dalam jangka waktu yang lama sangat berbahaya bagi kesehatan. Bila tak tertangani dan terus berlangsung maka akan menyebabkan penyakit Ispa dan penyakit lain yang mengancam jiwa manusia. 

Perkantoran Gubernur Riau
Lalu, dimanakah pemerintah? Demikian keluhan yang kita terima dari teman, sahabat atau keluarga-keluarga yang tinggal di Riau. Jawabannya, pemerintah belum berbuat banyak untuk mengatasi asap yang mengepung Riau dan sekitarnya. BNPB sudah mengirimkan pesawat dan berupaya untuk membuat hujan buatan, tapi hingga saat ini upaya tersebut belum kelihatan hasilnya. 

Tidak salah bila masyarakat dan pekerja-pekerja di perusahaan-perusahaan migas dan industri lain di Riau kini berteriak. Ada yang bahkan menulis surat kepada Presiden SBY. Isinya keluhan bahwa “titik api yang ada di Riau bukanlah simbol kemarahan Tuhan, tapi simbol keserakahan dan bukti ketidakpedulian Negara, bukti kepongahan Jakarta terhadap daerah. Bapak mau kesenini sekarang? Bandara ditutup pak, lagi pula tidak ada anak sekolah yang akan menyambut bapak. Sekolah telah diliburkan. Mau menempuh jalur darat? Bahaya pak, asap tebal tidak bagus buat kesehatan Bapak dan Ibu Ani, lagian tidak bagus untuk obyek foto untuk Instgram,” demikian isi celotehan pekerja tersebut yang dimuat di dinding wall facebooknya.

Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan mengungkapkan, departemennya terpaksa membatalkan 58 penerbangan ke Riau untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan. Pasalnya kondisi jarak pandang sudah membahayakan dan tidak mungkin dilakukan penerbangan.

Data dari Kementerian Kehutanan menunjukkan titik panas atau hotspot masih cukup banyak tersebar di beberapa provinsi di Sumatera bagian utara. Berdasarkan hasil pantauan hotspot tanggal 12 Maret 2014, berdasarkan data saetlit NOAA18, hot spot terbanyak berada di Riau (46 hotspot, disusul Jambi (21 hot spot), Aceh (14), Kepulauan Riau (8), Sumatera Utara (5), Sumatera Sealtan dan Babel (2 hotspot) dan Lampugn (1).

Ada beberapa kawasan konservasi yang juga dideteksi adanya hotspot, yaitu, 3 hotspot di Tahura, sekitar Tanjung Jambi, 4 hotspot di TN Berbak Jambi, 6 hotspot di TN Gunung Leuser Aceh dan 2 hotspot di TN Nesso Nilo Riau.

Kita sebagai warga negara tentu sangat prihatin dengan kepungan asap di Sumatra tersebut. Pemerintah pusat perlu segara mengambil tindakan lebih serius lagi untuk mengatasi asap di Riau. Disamping jutaan manusia yang terancam jiwanya, asap yang berkepanjangan bukan tidak mungkin akan mengancam jalannya proses Pemilihan Legislatif  9 April mendatang. Perjalanan logistik Pemilu bakal terancam. Para calon legislatif (Caleg) mungkin sulit untuk menemui konstituen mereka. Mereka memang tidak perlu menemui konstituen bila asap masih mengepung Riau dan sekitarnya. Sudah cukup bila para caleg menekan pemerintah untuk mengatasi asap di Riau. Maka itu sudah cukup bagi warga di Riau dan sekitarnya untuk mencoblos atau menentukan pilihan mereka. 

Asap di Riau juga seharusnya menjadi lecutan bagi para Caleg untuk lebih care dan punya perhatian lebih terhadap lingkungan hidup. Mereka harus menekan pemerintah pusat dan daerah untuk menghukum perusahaan-perusahaan atau warga yang terlibat aksi pembakaran hutan atau menyebabkan timbulnya hotspot. Jangan lupa, asap yang terjadi saat ini, bukan kali saja terjadi. Sudah pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Persoalannya memang kompleks, tapi bukan berarti tidak bisa diatasi. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar