Senin, 02 Juni 2014

Mendongkrak Produksi Migas, Prioritas Utama Pemerintah Indonesia Mendatang



Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono yang telah berkuasa selama 10 tahun akan meninggalkan pekerjaan rumah yang banyak dan besar untuk pemerintah mendatang, siapapun pemenang dalam Pemilihan Presiden pada tanggal 9 Juli nanti. Salah satunya adalah memenuhi kebutuhan energi bagi penduduk yang berjumlah 240 juta jiwa ini. Pemenuhan kebutuhan akan energi tersebut kini terancam. Dengan kata lain, keamanan energi (energy security) Indonesia kini terancam. Karena itu, pemerintah baru perlu membuat kebijakan energi yang komprehensif atau lengkap serta peta jalan yang jelas bagaimana mencapai sasaran pemenuhan kebutuhan energi tersebut.

Baru-baru ini Hashim Djojohadikusumo, adik calon Presiden Prabowo Subianto menjanjikan akan memberikan Blok Mahakam ke Pertamina saat kontraknya berakhir 2017. Namun, keputusan operatorship sebuah blok tidak sederhana itu. Banyak aspek yang perlu diperhatikan. Pengelolaan dan pengembangan sebuah blok perlu dilihat dari perspektif industri minyak dan gas bumi nasional. Dalam konteks itu, kita perlu melihat apa yang menjadi kebutuhan dan persoalan utama Indonesia saat ini. Persoalan utama adalah pemenuhan kebutuhan energi nasional. Seperti yang kita ketahui saat ini Indonesia bergantung pada impor minyak, sementara produksi minyak dalam negeri menurun.

Namun, pemenuhan kebutuhan energi itu kini terancam dan bila tidak ada terobosan, maka ekonomi Indonesia bakal terguncang setiap kali ada gejolak perekomian internasional atau gejolak harga minyak. Gejala dan persoalannya sebetulnya sudah kasat mata berada di depan mata. Pertama, produksi minyak Indonesia terus turun, sementara produksi gas stagnan. Saat ini (2014) produksi minyak hanya berkisar 800,000 bph, menurun dari 1,5 juta bph thn 1995. Tahun 2011 lalu produksi minyak Indonesia masih di atas 900,000 bph.

Kedua, cadangan minyak tidak bertambah, sekitar 3,7 milyar barel atau cukup untuk 12 tahun, bila tidak ada penambahan cadangan. Cadangan gas bumi masih cukup untuk beberapa dekade, tapi akan habis juga bila tidak ada penambahan cadangan. Karena itu, perlu upaya dan terobosan agar cadangan migas meningkat lagi. Ini harus menjadi perhatian pemerintah baru nanti. Pertanyaannya, apakah masalah mencari cadangan migas (eksplorasi) migas bisa diambil alih dan menjadi tanggungjawab Pertamina? Bila pertanyaan ini kita ajukan ke Pertamina, Pertamina pasti akan menjawab tidak bisa. Apalagi saat ini sebagian besar potensi cadangan migas Indonesia berada di lepas pantai, laut dalam atau daerah-daerah frontier. Itu berarti biaya dan risiko eksplorasi makin besar. Konsekuensinya, pemerintah Indonesia perlu mengundang dan melibatkan investor migas dunia untuk aktif melakukan eksplorasi.

Bagaimana langkah pemerintah baru nanti mengundang investor? Salah satu upaya adalah menciptakan iklim investasi yang bagus, dengan menghapus atau menyederhanakan sistem birokrasi, mempermudah proses perizinan, dll. Pada saat yang sama pemerintah meningkatkan kapasitas nasional dan perusahaan nasional. Kita tidak bisa mengusir perusahaan migas asing untuk meningkatkan kapasitas nasional. Dengan kata lain, meningkatkan kapasitas perusahaan nasional dapat dilakukan dengan menciptakan iklim yang sehat, menciptakan level playing field, memberikan insentif, dll, tidak harus dengan menasionalisasi aset migas asing yang ada di Indonesia. Langkah pengambilan paksa, hanya akan mengirim sinyal bahwa Indonesia tidak ramah terhadap investasi asing.

Dalam konteks ini kita perlu menyimak dan mendalami lebih jauh langkah politisi Gerindra Hashim Djojohadikusumo dengan menjanjikan blok Mahakam akan diberikan ke Pertamina. Sebagai politisi, sah-sah saja memberikan janji politik, tapi tidak menjamin janji akan ditepati. Lagi pula, memberi janji bisa juga dimotivasi oleh keinginan tertentu. Seorang pembaca dalam komentarnya di media online mengatakan, “Biasanya kalau sudah panik, sudah mulai membuat janji-janji surga untuk mendapat dukungan.”

“Sudah kebaca maunya, janji Blok Mahakam diserahkan ke Pertamina biar dapat dana (kampanye) dari Pertamina. Tak usahlah mengelus-elus Pertamina. Biar perusahaan ini mandiri, jangan dikasih beban politik. Tanpa diberi Blok Mahakam pun Pertamina akan menjadi perusahaan besar asal jangan dijadikan sapi perah. Biarkan Blok Mahakam dikelola oleh pihak-pihak yang berkompeten dan berproduksi optimal sehingga bisa menyumbang ke negara lebih  banyak,” ujar pembaca tersebut.

Banyak tanggapan sinis pembaca, menyikapi pernyataan politisi Gerindra tersebut, yang juga adik dari calon presiden Prabowo Subianto.

Masalah lain yang kita hadapi adalah soal subsidi BBM yang besar. Setiap tahun pemerintah memberikan subsidi BBM sekitar Rp300 triliun. Ini juga diakibatkan oleh produksi migas yang menurun sehingga Indonesia terpaksa mengimpor minyak yang harganya tinggi.

Kita berharap presiden atau pemerintah mendatang dapat fokus pada isu-isu yang penting, terutama mengatasi pemenuhan kebutuhan energi, bukan fokus pada isu-isu sempit misalnya apakah suatu blok (Blok Mahakam misalnya) diberikan ke perusahaan A, atau B. Kita butuh kebijakan energi yang menyeluruh dan terintgrasi. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar