Selasa, 24 September 2013

Kisah Pencurian Minyak yang Tiada Akhir


Petugas pemadam kebakaran menghadapi kobaran api yang berasal dari kebocoran pipa milik PT. Pertamina Tasikmalaya di Jl Banjar, Desa Pasir Batang, Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jabar, Selasa (30/7/2013) malam. Api berasal dari korsleting generator mobil penyedot Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berusaha menyedot sisa bensin dari kebocoran pipa yang diduga akibat pencurian BBM. Dalam peristiwa itu tiga orang pekerja luka berat dan segera mendapat perawatan medis di rumah sakit. (JIBI/Solopos/Antara/Adeng Bustomi)
Kebakaran pada pipa minyak Pertamina di Tasikmalaya, Jabar (foto Solo Pos)
Bila sebuah rumah disatroni pencuri sekali, mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi bila si pencuri datang berkali-kali, maka pasti ada yang salah. Demikian juga kasus pencurian minyak pada jalur pipa milik Pertamina, di beberapa tempat beberapa tahun terakhir. Pencurian tidak terjadi sekali, tapi berkali-kali. Pertamina buntung, pemerintah Indonesia rugi. Rakyat kena getahnya.

Pencurian juga tidak terjadi pada satu jalur pipa, tetapi terjadi di berbagai tempat. Lokasi yang menjadi langganan pencurian minyak adalah jalur pipa Tempino-Plaju di Sumatera Selatan dan pipa BBM CB C yang mengalirkan premium di dusun Maribaya Desa Ancol, Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. 

Jalur pipa Tempino-Plaju cukup strategis. Jalur pipa sepanjang 260 km yang ditanam pada kedalaman 1,5-2 meter di bawah permukaan tanah tersebut mengalirkan minyak mentah 24,000 barel per hari. Pipa tersebut mengalirkan minyak dari 9 sumber minyak (sumur/lapangan) menuju Kilang Pertamina Refinery Unit III Plaju. Pencurian minyak juga terjadi di pipa minyak dari Kilang Balongan, Indramayu Jawa Barat ke Depo Plumpang Jakarta. Pipa berisi solar tersebut dibor. 

Rentetan kasus pencurian minyak tersebut telah merugikan Pertamina dan negara Indonesia sebagai pemilik Pertamina.  Berapa kerugian yang dialami Pertamina? Wow, angkanya sulit dipercaya. Menurut PT Pertamina Gas (Pertagas), untuk jalur pipa Tempino-Plaju saja, kerugian yang dialami Pertamina sejak 2010 hingga semester I, 2013 mencapai Rp 529 miliar atau setengah triliun.

Disamping kerugian secara finansial, pencurian tersebut sangat membahayakan warga masyarakat di sekitar jalur pipa, yakni risiko kebakaran dan tumpahan minyak. Contoh nyata adalah kebakaran pada jalur pipa Tempino-Plaju pada Oktober 2012. Pipa tersebut meledak dan terbakar. Tiga orang tercatat tewas oleh kebakaran tersebut, yang semuanya diduga pencuri minyak. Peristiwa kebakaran pada pipa minyak Pertamina di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sebagai masyarakat awam kita bertanya MENGAPA terjadi? Dan kenapa terjadi secara terus-menerus?  Bila sebuah rumah disatroni pencuri, si pemilik rumah pasti akan merasa kehilangan. Maka langkah pengamanan pun pasti ditingkatkan. Dia mungkin akan melaporkan kasus tersebut ke petugas keamanan linkungan sehingga sistem keamanan setempat. Si pemilik rumah mungkin meningkatkan pengamanan rumahnya untuk mencegah si pencuri datang.

Sama halnya dengan pencurian minyak pada pipa Pertamina. Seharusnya, langkah pengamanan dilakukan untuk mencegah pencurian tersebut. Apakah aparat keamanan tidak cukup untuk mengamankan pencurian tersebut? Atau aparat keamanan dan orang dalam Pertamina membiarkan kasus pencurian tersebut terus berlangsung?

Melihat kejadian pencurian yang terus terjadi yang bernilai hingga Rp 500 miliar, sulit dipercaya bila ini hanya pencurian biasa dan dilakukan oleh para pencuri amatir. Yang tampak di permukaan adalah si pencuri terlihat “sangat profesional” sehingga ia bisa dengan leluasa melakukan tindakan kriminalnya.

Minyak yang dicuri tersebut bukan emas atau uang yang bisa diselipkan disaku baju atau disimpan di dalam tas, tapi barang yang dicuri bervolume besar. Minyak tersebut tidak disimpan tapi kembali dijual untuk mendapatkan untung. Artinya, ada pembeli atau penampung minyak hasil curian. Seharusnya, aparat keamanan tidak sulit untuk melacak kemana ratusan drum minyak tersebut dijual, kecuali matanya sudah tertutup atau ditutup.

Pertamina sendiri tampak mengaku kebingungan dengan aksi pencurian minyak mentah yang “lebih terbuka” di jalur pipa minyak Tempino-Jambi, Sumatera Sealtan. Modus pencarah makin ‘kreatif’ dan bahkan berani melawan aparat keamanan. Lho, apakah pencuri punya ‘senjata’ yang lebih kuat sehingga berani melawan aparat? Atau ada ‘backing’ yang terlibat dalam pencurian tersebut?

Disamping pencurian minyak yang dilakukan terbuka, terkadang juga muncul berita-berita penyelundupan minyak ke luar negeri. Ini terbukti dengan tertangkapnya beberapa kapal penyelundup dalam beberapa tahun terakhir di kawasan Riau atau Batam. Ini baru yang ketahuan. Bagaimana dengan pencurian dan penyelundupan yang tidak ketahuan? Boleh jadi nilainya melebihi pencurian atau penyelundupan yang ketahuan. Ujung-ujungnya, negara rugi, rakyat cuma kebagian mencium bau minyaknya saja.

Pencurian minyak tidak saja terjadi dengan kasat mata, tapi juga yang tidak terlihat, misalnya, pada kasus impor minyak. Beberapa media nasional, seperti Tempo, telah melaporkan praktik mark-up yang dilakukan oleh mafia-mafia minyak impor kita.

Tentu banyak permasalahan pada industri minyak kita dan gas kita. Banyak tikus-tikus, termasuk juga tikus-tikus berdasi, terus menggerogoti industri ini. Perlu tindakan tegas dan keras dari pemerintah untuk membasmi “hama tikus” ini pada industri minyak dan gas kita. Kita tidak berharap pemerintah dan aparat pemerintah terus memelihara “tikus-tikus” itu dari bumi pertiwi. Kita juga tidak berharap suatu saat kelak, populasi tikus melebih jumlah manusia, sehingga para ‘tikus’ merebut kursi pemerintahan. Kita tidak ingin negara ini kemudian dijuluki menjadi “Republik Tikus Indonesia” atau RtI

Terlepas dari kasus-kasus pencurian tersebut, minyak tetaplah minyak. Produk minyak dan gas sangat dibutuhkan oleh negara ini. Minyak dan gas hingga saat ini masih tetap menjadi sumber energi utama untuk menggerakan ekonomi. Bila gas berkurang maka pusat-pusat industri-industri di Jawa Timur dan Jawa Barat berteriak meminta alokasi gas alam dari pemerintah.

Oleh karena itu, kita berharap pemerintah terus mendorong investasi minyak dan gas agar semakin banyak sumber minyak dan gas baru ditemukan dan juga dikembangkan.  Saat ekonomi dunia dan negara terguncang saat ini, seperti yang terlihat dari melemahnya rupiah dan membengkaknya defisit neraca perdagangan akibat melemahnya impor, ancaman kelesuan ekonomi yang dapat menurunkan penerimaan pajak pemerintah, maka investasi migas diharapkan terus didorong dan meningkat. 

Rencana investasi Inpex untuk mengembangkan Blok Masela,  BP untuk mengembangkan train 3 projek BP Tangguh di Papua, maupun rencana Total E&P Indonesie (yang bermitra dengan Inpex) menggelontorkan US$7,3 miliar untuk pengembangan lanjutan Blok Mahakam pasca 2017, patut kita apresiasi, tentu dengan catatan hak pengelolaan blok tersebut diperpanjang.
(*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar