Minggu, 22 Desember 2013

Tantangan dan Peluang Eksplorasi Migas Indonesia 2014



Proses Instalasi Anjungan Migas lepas Pantai

Sektor energi khususnya minyak dan gas bumi merupakan bagian yang integral dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka untuk mengetahui prospek ekonomi tahun 2014, maka mau tidak mau kita perlu melihat outlook sektor minyak dan gas bumi (Migas), tantangan dan peluang dengan melihat pengalaman tahun 2013. Pertanyaan pokok yang muncul adalah apa persoalan utama sektor minyak dan gas bumi dan bagaimana Indonesia mengatasi masalah-masalah tersebut?

Sebelum kita melangkah memasuki 2014, maka mari kita coba tengok ke belakang apa yang terjadi pada industri minyak dan gas bumi Indonesia sepanjang tahun ini? Apa saja pencapaian yang patut dilanjutkan? Apa saja pekerjaan rumah yang perlu dan harus diatasi? Apa saja yang menjadi concerned utama investor sehingga pemerintah tahu resep yang harus dikeluarkan agar industri migas dapat berkembang? Dan deretan pertanyaan lainnya.

Pertamina, mari kita lihat sisi peraturan dan landasan hukum yang menjadi pegangan para investor dan perusahaan migas dalam menjalan aktivitas bisnis mereka di Indonesia. Fakta yang tak terbantahkan bahwa bisnis minyak dan gas bumi menyangkut dana besar (high cost), teknologi tinggi, bersifat jangka panjang dan berisiko tinggi.

Kita ambil contoh kegiatan eksplorasi untuk mencari cadangan minyak dan gas bumi. Kegiatan eksplorasi, apalagi yang dilepas pantai dan laut dalam bersifat high cost dan berisiko tinggi. Untuk mengebor satu sumur bisa mencapai ratusan miliar. Teknologi yang dibutuhkan pun tergolong advanced. Untuk laut dalam, biasanya menggunakan drillship atau rig khusus yang hanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar atau tertentu dunia, seperti Transocean. Eksplorasi laut dalam tergolong berisiko tinggi, karena tingkat kemungkinan kegagalan sangat besar.

Pengalaman Indonesia dalam 10 tahun terakhir menunjukkan hasil eksplorasi tidak menggembirakan, baik eksplorasi di daratan maupun lepas pantai. Sejak penemuan cadangan minyak di Cepu, tidak ada lagi penemuan cadangan minyak besar. Penemuan atau discovery lebih banyak gas bumi, namun juga tidak signifikan. Penemuan cadangan migas lebih banyak terjadi dekade-dekade sebelumnhya.

Dalam 2 tahun terakhir kita mendapat laporan tidak menggembirakan yang dicapai oleh perusahaan-perusahaan eksplorasi migas. Hanya segelintir saja yang menemukan cadangan seperti Genting Oil di Papua. Lebih banyak perusahaan gagal menemukan cadangan migas atau hanya menemukan sumur kering (dryhole). Perusahaan seperti Marathon Oil, Niko Resources asal Kanada merupakan beberapa contoh perusahaan yang gagal menemukan cadangan migas. Bila tidak menemukan cadangan migas, maka perusahaan tersebut mencatat kerugian, dan bila menemukan cadangan migas, maka biaya eksplorasi kemudian bisa diklaim ke pemerintah melalui skema cost recovery.

Kita melihat tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan migas global (IOC) untuk eksplorasi yang terbuang begitu saja. Menurut catatan SKK Migas, tahun 2011 saja, sebesar US$800 juta investasi terbuang begitu saja karena perusahaan-perusahaan migas tidak menemukan cadangan yang substantial. Angka yang tidak beda jauh dicatat pada tahun berikutnya. Tahun ini pemerintah belum mengeluarkan angka resmi, namun diperkirakan kerugian eksplorasi berkisar di angka tersebut.

Karakter industri migas yang high cost, long horizon, high technologi dan high risks, juga terjadi pada fase produksi. Investasi untuk produksi menelan biaya yang sangat besar, bersifat jangka panjang, membutuhkan teknologi tinggi dan berisiko tinggi. Contoh, pengembangan blok Mahakam. Setiap tahun perusahaan migas asal Perancis Total E&P Indonesie berinvestasi sekitar US$2,5-US$3 miliar setiap tahun untuk mengembangkan Blok Mahkam. Dana tersebut digunakan untuk mempertahankan tingkat produksi minyak dan gas bumi, serta untuk mencari cadangan baru. Perusahaan tersebut bahkan berencana berinvestasi US$7,3 miliar dalam lima tahun kedepan untuk mengembangkan blok Mahakam, yang sudah tergolong uzur tersebut.

Pengembangan Blok Mahakam tidak bisa lagi dilakukan seperti biasa saja karena blok tersebut sudah over-exploited. Sudah sekitar 80 persen cadangan Blok Mahakam sudah berproduksi selama 40-an tahun. Mengangkat minyak dan gas bumi tidak bisa lagi dengan menggunakan teknologi biasa. Perlu pendekatan baru untuk mempertahankan produksi. Dan ini menuntut biaya yang besar, teknologi tinggi serta kemampuan mengatasi risiko.

Isu eksplorasi migas diperkirakan akan tetap menjadi isu besar tahun 2014 mendatang yang harus diatasi pemerintah. Eksplorasi migas kian menjadi penting mengingat produksi minyak Indonesia cenderung menurun. Bahkan dalam APBN 2014, produksi minyak ditetapkan Cuma 804.000 barel per hari. Produksi gas bumi masih stagnan. Karena itu diperlukan upaya lebih keras lagi untuk mendorong eksplorasi migas untuk meningkatkan cadangan migas.

Melihat karakter industri migas tadi – high cost, high technology, long-term dan high risks – maka Indonesia tidak bisa melakukannya sendiri. Indonesia masih membutuhkan kehadiran perusahaan migas dunia atau international oil companies (IOC). Kehadiran mereka dibutuhkan baik untuk eksplorasi maupun pada fase produksi. Pada satu sisi, kemampuan perusahaan nasional, seperti Pertamina, Medco, Energi Mega Persada, Star Energy dan lain-lain, perlu terus meningkatkan kapasitas dan kapabilitas mereka agar mampu menyerap risiko bisnis migas, baik pada fase eksplorasi maupun eksploitasi.

Karena itu, Indonesia perlu melakukan transfer teknologi terutama untuk mengembangkan proyek-proyek besar atau raksasa. Pada proyek Blok East Natuna, misalnya, Pertamina bergandengan dengan beberapa perusahaan migas global untuk mengembangkan blok tersebut. Inpex yang mengembangkan Blok Masela juga bermitra dengan Shell dan Energi Mega Persada. Tapi Energi Mega sudah menjual sahamnya, dan belum jelas siapa yang akan menggantikan perusahaan milik Bakrie tersebut sebagai mitra lokal Inpex-Shell. 

Demikian juga pada pengembangan Blok Mahakam, yang kontraknya berakhir 2014. Blok Mahakam mensuplai 80% kebutuhan gas fasilitas produksi LNG di Bontang, Kalimantan Timur. Pemerintah hingga saat ini belum membuat keputusan. Publik dan pelaku industri berharap bahwa produksi Blok Mahakam tetap berlanjut dan tidak terganggu dan bahkan bisa lebih dioptimalkan pasca 2017. Karena itu, tidak salah bila skema joint-operating atau kolaborasi operator lama (Total E&P) dan masuknya pemain baru patut dipertimbangkan pemerintah.

Indonesia masih bisa berharap industri migas dapat berkembang tahun 2017. Tapi itu dengan catatan faktor-faktor penghambat investasi seperti kerumitan perizinan, birokrasi, faktor ketidakpastian hukum dan kontrak migas, pajak eksplorasi (PBB), dll dapat diatasi dengan segera. Faktor ketidakpastian kontrak, misalnya, perlu segera dijawab pemerintah, terutama kontrak blok Mahakam. Investasi migas bersifat jangka panjang sehingga keputusan perpanjangan atau skema baru perlu dibuat jauh-jauh hari, antara 3-5 tahun sebelumnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar