Proses Instalasi Anjungan Migas lepas Pantai |
Sektor
energi khususnya minyak dan gas bumi merupakan bagian yang integral dari
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka untuk mengetahui prospek ekonomi tahun
2014, maka mau tidak mau kita perlu melihat outlook sektor minyak dan gas bumi (Migas),
tantangan dan peluang dengan melihat pengalaman tahun 2013. Pertanyaan pokok
yang muncul adalah apa persoalan utama sektor minyak dan gas bumi dan bagaimana
Indonesia mengatasi masalah-masalah tersebut?
Sebelum
kita melangkah memasuki 2014, maka mari kita coba tengok ke belakang apa yang
terjadi pada industri minyak dan gas bumi Indonesia sepanjang tahun ini? Apa
saja pencapaian yang patut dilanjutkan? Apa saja pekerjaan rumah yang perlu dan
harus diatasi? Apa saja yang menjadi concerned utama investor sehingga
pemerintah tahu resep yang harus dikeluarkan agar industri migas dapat
berkembang? Dan deretan pertanyaan lainnya.
Pertamina,
mari kita lihat sisi peraturan dan landasan hukum yang menjadi pegangan para
investor dan perusahaan migas dalam menjalan aktivitas bisnis mereka di
Indonesia. Fakta yang tak terbantahkan bahwa bisnis minyak dan gas bumi menyangkut
dana besar (high cost), teknologi tinggi, bersifat jangka panjang dan berisiko
tinggi.
Kita
ambil contoh kegiatan eksplorasi untuk mencari cadangan minyak dan gas bumi.
Kegiatan eksplorasi, apalagi yang dilepas pantai dan laut dalam bersifat high
cost dan berisiko tinggi. Untuk mengebor satu sumur bisa mencapai ratusan
miliar. Teknologi yang dibutuhkan pun tergolong advanced. Untuk laut dalam, biasanya menggunakan drillship atau rig
khusus yang hanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar atau tertentu
dunia, seperti Transocean. Eksplorasi laut dalam tergolong berisiko tinggi,
karena tingkat kemungkinan kegagalan sangat besar.
Pengalaman
Indonesia dalam 10 tahun terakhir menunjukkan hasil eksplorasi tidak
menggembirakan, baik eksplorasi di daratan maupun lepas pantai. Sejak penemuan
cadangan minyak di Cepu, tidak ada lagi penemuan cadangan minyak besar.
Penemuan atau discovery lebih banyak gas bumi, namun juga tidak signifikan.
Penemuan cadangan migas lebih banyak terjadi dekade-dekade sebelumnhya.
Dalam
2 tahun terakhir kita mendapat laporan tidak menggembirakan yang dicapai oleh
perusahaan-perusahaan eksplorasi migas. Hanya segelintir saja yang menemukan
cadangan seperti Genting Oil di Papua. Lebih banyak perusahaan gagal menemukan
cadangan migas atau hanya menemukan sumur kering (dryhole). Perusahaan seperti Marathon Oil, Niko Resources asal
Kanada merupakan beberapa contoh perusahaan yang gagal menemukan cadangan
migas. Bila tidak menemukan cadangan migas, maka perusahaan tersebut mencatat
kerugian, dan bila menemukan cadangan migas, maka biaya eksplorasi kemudian
bisa diklaim ke pemerintah melalui skema cost recovery.
Kita
melihat tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan migas global
(IOC) untuk eksplorasi yang terbuang begitu saja. Menurut catatan SKK Migas,
tahun 2011 saja, sebesar US$800 juta investasi terbuang begitu saja karena
perusahaan-perusahaan migas tidak menemukan cadangan yang substantial. Angka
yang tidak beda jauh dicatat pada tahun berikutnya. Tahun ini pemerintah belum
mengeluarkan angka resmi, namun diperkirakan kerugian eksplorasi berkisar di
angka tersebut.
Karakter
industri migas yang high cost, long horizon, high technologi dan high risks,
juga terjadi pada fase produksi. Investasi untuk produksi menelan biaya yang
sangat besar, bersifat jangka panjang, membutuhkan teknologi tinggi dan
berisiko tinggi. Contoh, pengembangan blok Mahakam. Setiap tahun perusahaan
migas asal Perancis Total E&P Indonesie berinvestasi sekitar US$2,5-US$3
miliar setiap tahun untuk mengembangkan Blok Mahkam. Dana tersebut digunakan
untuk mempertahankan tingkat produksi minyak dan gas bumi, serta untuk mencari
cadangan baru. Perusahaan tersebut bahkan berencana berinvestasi US$7,3 miliar
dalam lima tahun kedepan untuk mengembangkan blok Mahakam, yang sudah tergolong
uzur tersebut.
Pengembangan
Blok Mahakam tidak bisa lagi dilakukan seperti biasa saja karena blok tersebut
sudah over-exploited. Sudah sekitar 80 persen cadangan Blok Mahakam sudah
berproduksi selama 40-an tahun. Mengangkat minyak dan gas bumi tidak bisa lagi
dengan menggunakan teknologi biasa. Perlu pendekatan baru untuk mempertahankan
produksi. Dan ini menuntut biaya yang besar, teknologi tinggi serta kemampuan
mengatasi risiko.
Isu
eksplorasi migas diperkirakan akan tetap menjadi isu besar tahun 2014 mendatang
yang harus diatasi pemerintah. Eksplorasi migas kian menjadi penting mengingat
produksi minyak Indonesia cenderung menurun. Bahkan dalam APBN 2014, produksi
minyak ditetapkan Cuma 804.000 barel per hari. Produksi gas bumi masih stagnan.
Karena itu diperlukan upaya lebih keras lagi untuk mendorong eksplorasi migas
untuk meningkatkan cadangan migas.
Melihat
karakter industri migas tadi – high cost,
high technology, long-term dan high
risks – maka Indonesia tidak bisa melakukannya sendiri. Indonesia masih
membutuhkan kehadiran perusahaan migas dunia atau international oil companies
(IOC). Kehadiran mereka dibutuhkan baik untuk eksplorasi maupun pada fase
produksi. Pada satu sisi, kemampuan perusahaan nasional, seperti Pertamina, Medco,
Energi Mega Persada, Star Energy dan lain-lain, perlu terus meningkatkan
kapasitas dan kapabilitas mereka agar mampu menyerap risiko bisnis migas, baik
pada fase eksplorasi maupun eksploitasi.
Karena
itu, Indonesia perlu melakukan transfer teknologi terutama untuk mengembangkan
proyek-proyek besar atau raksasa. Pada proyek Blok East Natuna, misalnya,
Pertamina bergandengan dengan beberapa perusahaan migas global untuk
mengembangkan blok tersebut. Inpex yang mengembangkan Blok Masela juga bermitra
dengan Shell dan Energi Mega Persada. Tapi Energi Mega sudah menjual sahamnya,
dan belum jelas siapa yang akan menggantikan perusahaan milik Bakrie tersebut
sebagai mitra lokal Inpex-Shell.
Demikian
juga pada pengembangan Blok Mahakam, yang kontraknya berakhir 2014. Blok
Mahakam mensuplai 80% kebutuhan gas fasilitas produksi LNG di Bontang,
Kalimantan Timur. Pemerintah hingga saat ini belum membuat keputusan. Publik
dan pelaku industri berharap bahwa produksi Blok Mahakam tetap berlanjut dan
tidak terganggu dan bahkan bisa lebih dioptimalkan pasca 2017. Karena itu,
tidak salah bila skema joint-operating atau kolaborasi operator lama (Total
E&P) dan masuknya pemain baru patut dipertimbangkan pemerintah.
Indonesia
masih bisa berharap industri migas dapat berkembang tahun 2017. Tapi itu dengan
catatan faktor-faktor penghambat investasi seperti kerumitan perizinan,
birokrasi, faktor ketidakpastian hukum dan kontrak migas, pajak eksplorasi
(PBB), dll dapat diatasi dengan segera. Faktor ketidakpastian kontrak,
misalnya, perlu segera dijawab pemerintah, terutama kontrak blok Mahakam.
Investasi migas bersifat jangka panjang sehingga keputusan perpanjangan atau
skema baru perlu dibuat jauh-jauh hari, antara 3-5 tahun sebelumnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar