Minggu, 01 Desember 2013

Gugatan Forum BUMN Indonesia ke MK, Modus Baru Merampok Aset Negara?


Bila gugatan Forum BUMN dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka aset-aset strategis Badan Usaha Milik Negara Indonesia akan mudah jatuh ke tangan pihak-pihak tertentu yang punya akses dan dekat dengan pusat kekuasaaan. Tidak salah bila gugatan terhadap Undang-Undang Keuangan Negara ke MK hanya merupakan “modus operandi” untuk melegalkan pemindahan aset-aset penting dan strategis negara ke tangan-tangan tertentu.
 

=================================================

Gedung Pertamina, salah satu aset BUMN Pertamina
Perhatian publik saat ini mengarah ke berbagai kasus korupsi yang sedang di tangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seperti kasus bailout Bank Century, gratifikasi yang melibatkan mantan kepala SKK Migas dan kasus gedung olahraga Hambalang. Tapi satu potensi masalah baru yang dapat menyebabkan kerugian besar kepada negara, yakni gugatan yang dilayangkan Forum Hukum BUMN ke Mahkamah Konstitutsi untuk memisahkan aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Keuangan Negara. Apa dampaknya bila gugatan tersebut dikabulkan MK? Seberapa jauh keterlibatan Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam gugatan tersebut? Apakah gugatan tersebut merupakan modus baru untuk merampok aset negara? Apa latar belakang gugatan tersebut.

Munkgin masih ada pertanyaan lain yang muncul di benak publik saat ini terkait gugatan tersebut. Namun, yang jelas, persidangan perkara pengujian tentang keuangan negara tersebut sudah memasuki tahap akhir di Mahkamah Konstitusi. Dari resume perkara, beberapa pihak mensinyalir permintaan pemohon kemungkinan dikabulkan. Kondisi ini yang memancing protes, kritik dan kekhawatiran berbagai elemen masyarakat.
 

Selain Forum BUMN, beberapa pihak lain yang turut melakukan gugaan adalah Biro Hukum Kementerian BUMN dan The Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) dan Pusat Pengkajian Masalah Strategis Universitas Indonesia (PPMSUI).
 

Salah satu alasan mereka menggugat UU Keuangan Negara adalah terhambatnya gerak Badan Usaha Milik Negara dalam melakukan pengembangan usaha akibat berlakunya ketentuan dalam UU Keuangan Negara dan UU Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Negara.
Pada sidang dengan nomor perkara 62/PUU-XI/2013 yang dipimpin oleh hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi Juni lalu, Ketua Bidang Hukum Forkum BUMN, Binsar Jon Vic, menjelaskan bahwa pasal 2 huruf g dan huruf i dalam UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasal tersebut membingungkan BUMN dalam menentukan kebijakan kegiatan usaha mereka.
 

Pemohon juga mengajukan pengujian ketentuan audit BPK terhadap BUMN (yang diatur dalam pasal 6 ayat (1) pasal 9 ayat (1) huruf b, pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, serta pasal 11 huruf a, UU nomor 15 tahun 2006 tentang BPK). Ketentuan audit oleh BPK terhadap BUMN, kata Binsar, telah menimbulkan ketidakpastian hukum, karena selama ini pengelolaan keuangan BUMN juga diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, sehingga terjadi tumpang tindih. Pemohon meminta MK agar ketentuan tersebut dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.
 

Pertanyaannya: apakah benar ketentuan tersebut telah menghambat perkembangan BUMN? Dimata publik, berbagai praktik ketidakefisien, korupsi, budaya perusahaan BUMN yang buruk, lemahnya system pengawasan internal, kurangnya kreativitas dan inovasi dibanding perusahaan swasta dan seabrek alasan lain telah membuat sebagian besar BUMN bergerak ibarat siput, dan tertinggal?
 

Apa alasan mereka memisahkan aset BUMN dengan aset Keuangan Negara? Apakah benar tujuannya agar BUMN menyelesaikan aset bermasalah? Bukankah alasan ini diajukan sebagai kamuflasi dan alasan mengada-ada sehingga aset negara dengan mudah berpindah tangan ke pihak swasta? Bila aset BUMN dipisahkan dengan Keuangan Negara, maka aset-aset strategis akan begitu mudah berpindah tangan ke swasta tanpa terdeteksi oleh BPK. Hal ini yang membuat berang berbagai pihak yang peduli dengan kondisi keuangan negara.
 

Bila gugatan mereka dikabulkan oleh MK, maka aset-aset strategis BUMN akan mudah jatuh ke tangan pihak-pihak tertentu yang punya akses dan dekat dengan pusat kekuasaaan. Tidak salah bila gugatan terhadap Undang-Undang Keuangan Negara ke MK hanya merupakan “modus operandi” untuk melegalkan pemindahan aset-aset penting dan strategis negara ke tangan-tangan tertentu. Dan bukan tidak mungkin akan membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk menggalang dana untuk mendanai biaya politik terkait Pemilihan Umum tahun 2014 nanti.
 

Saat ini, total aset BUMN mencapai Rp 3.500 triliun (US$292.6 miliar) dengan jumlah BUMN sebanyak 141 buah. Pengelolaan aset BUMN yang nilainya ribuan triliun rupiah tersebut bakal terpisah dari keuangan negara dan tak terdeteksi oleh badan audit negara.
 

Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara (KUAK) yang terdiri dari IBI, LIMA, ICW, TePI dan LSM lainnya amat mengkhawatirkan permohonan gugatan di MK tersebut. Jika aset-aset BUMN dipisahkan dari keuangan negara, pihak-pihak tertentu akan dengan mudah menjadikan BUMN sebagai sapi perah untuk dana politik pemilu 2014.

Sejauh mana keterlibatan Menteri BUMN Dahlan Iskan? Apakah Menteri Dahlan Iskan tidak tahu gugatan tersebut, pura-pura tidak tahu? Atau bahkan memberi restu? Mustahil Menteri BUMN Dahlan Iskan tidak mengetahui gugatan tersebut. Mustahil pula bila Menteri Keuangan Chatib Basri tidak mengetahui upaya pelepasan aset-aset BUMN dari Keuangan Negara.
 

Padahal, mantan presiden Soeharto dulu membentuk Kementerian khusus untuk menangani BUMN untuk mengoptimalkan kinerja BUMN dan meningkatkan value aset-aset BUMN agar dapat memberi kontribusi lebih besar bagi keuangan negara.

"Apabila pemisahan aset BUMN dari keuangan negara dilakukan, tidak ubahnya membiarkan negara dirampok. Jangan-jangan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan merestui permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), sebab tidak ada upaya tegas untuk melawan gugatan yang berpotensi privatisasi BUMN," kata peneliti ICW Donal Fariz saat jumpa pers mewakili Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara di Jakarta 17 November lalu. Pernyataan Donal Fariz juga mewakili suara masyarakat Indonesia yang khawatir aset negara hilang ke kelompok-kelompok tertentu. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar