Selasa, 25 Februari 2014

Mengapa Banyak Insinyur Indonesia Memilih Bekerja di Perusahaan Migas di Luar Negeri?

Industri migas nasional telah berkembang cukup signifikan, namun masih ada jalan terjal di depan yang perlu dilalui. Pemerintah perlu mendorong terciptanya transfer teknologi, terutama untuk pengelolaan blok-blok migas yang kompleks serta yang berada di laut dalam. Pengelolaan blok-blok seperti ini perlu melibatkan perusahaan migas nasional sehingga membuka peluang transfer teknologi untuk kemajuan industri migas nasional ke depan.

===========================================



 Isu pengelolaan Blok Mahakam kembali muncul ke permukaan setelah para bakal calon Presiden Partai Demokrat mengangkat isu itu dalam sebuah debat di Balikpapan akhir pekan lalu. Salah seorang bakal Capres Pramono Edhie melontarkan sebuah pernyataan yang menarik. Ia meminta para insinyur yang bekerja di perusahaan minyak dan gas bumi di luar negeri untuk pulang ke Indonesia.

"Pulang lah. Berkorbanlah sedikit untuk negara. Jangan hanya menghitung pendapatan dalam dolar dan pendapatan dalam rupiah. Membangun bangsaperlu pengorbanan semua orang. Orang pandai diberi keahlian, ingat engkau adalah Warga Negara Indonesia. Kembalilah ke Indonesia," ajak Edhie Pramono.

Terkait pengelolaan Blok Mahakam tersebut, Edhie berpesan kepada pemerintah agar mempertimbangkan dengan seksama sebelum memperpanjang kontrak tersebut.

Pertanyaannya, mengapa para insinyur dan ahli-ahli migas Indonesia lebih senang memilih bekerja di luar negeri? Apa yang Indonesia perlu lakukan agar para insinyur itu kembali dan membangun industri migas nasional. Lalu apa langkah pemerintah dalam membangun industri migas Indonesia kedepan?

Pertanyaan mengapa banyak insinyur Indonesia saat ini memilih bekerja di luar negeri atau perusahaan migas skala global di luar negeri, perlu dijawab oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi nasional.
Bila kita telusuri dan menanyakan langsung kepada para ahli migas atau insinyur-insinyur Indonesia yang bekerja di luar negeri, pasti kita akan mendapatkan jawaban yang beragam.

Ada yang mungkin mengatakan bahwa mereka ingin mencari pengalaman dan tantangan baru bekerja di luar negeri seperti di lapangan migas di Afrika, Timur Tengah atau Amerika Latin. Ada yang mungkin mengatakan bahwa mereka bekerja di luar negeri karena kompensasi gaji dan fasilitas yang jauh lebih bagus dibanding bekerja di dalam negeri. Ada yang mengatakan mereka tidak puas dengan sistem kerja dan kompensasi yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan migas di Indonesia. Terkadang, seseorang naik ke puncak bukan atas dasar merit, kemampuan dan prestasi, tapi lebih pada loyalitas, kedekatan atau hubungan family dan pertemanan.

Namun, fakta mengatakan bahwa sistem kerja, kompensasi dan carrier path beberapa perusahaan migas nasional kurang menjanjikan bagi para pekerja profesional migas. Karena itu, ketika ditawari peluang bekerja di tempat baru di luar negeri, mereka langsung mengambil kesempatan itu.

Lalu apa yang perlu dilakukan agar insinyur-insinyur dan pekerja migas itu mau balik ke Indonesia? Ciptakan iklim yang sehat di industri minyak dan gas bumi. Ini juga berarti menciptakan iklim yang sehat di perusahaan-perusahaan migas nasional. Hilangkan praktek-praktek korupsi dan kongkalikong seperti saat ini. Birokrat jangan lagi menjual jabatan demi satu dus Indomie dolar AS dan dolar Singapura seperti yang sedang dipertontonkan oleh KPK dan pengadilan korupsi Tipikor hari-hari ini.

Bersihkan praktek-praktek KKN – korupsi, kolusi dan nepotisme – dalam pengadaan tender migas. Para politisi tidak boleh lagi mengintervensi para pembuat keputusan untuk memenangkan teman, sahabat atau pihak-pihak tertentu yang membayar.

Perusahaan migas nasional, termasuk BUMN Migas Pertamina,  dituntut untuk menaikkan nilai tawar ke pekerja-pekerja dan ahli migas yang bekerja di tempat lain dan mau balik bekerja untuk kemajuan industri migas Indonesia. Hilangkan praktek-praktek kongkalikong, nepotisme, favoritism, dan lain-lain. Pemerintah serta para politisi tidak boleh lagi menjadikan Pertamina dan perusahaan migas lainnya sebagai sapi perah untuk membiayai aktivitas-aktivitas politik.

Kasus-kasus korupsi, nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan, hari-hari ini sedang dipertontonkan dengan kasat mata ke hadapan publik. Rakyat suah muak dengan praktek-praktek seperti ini. Kata-kata good corporate governance atau praktek-praktek korporasi yang bersih tampak hanya indah di atas kertas, tapi penerapannya, jauh panggang dari api.

Banyak fakor yang membuat seseorang bekerja di satu perusahaan. Kompensasi dan salari yang menarik, berdasarkan berbagai survei, masih menjadi faktor utama seseorang bekerja di sebuah perusahaan. Tapi itu bukan satu-satunya faktor. Ada faktor lain, seseorang memilih bekerja di perusahaan tertentu, dan kombinasi beberapa faktor itu, dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih. Faktor-faktor lain yang dipertimbangkan antara lain, sistem kerja, carrier path, peluang untuk meningkatkan keahlian, budaya perusahaan dan faktor lainnya.

Industri migas adalah industri yang sifatnya universal. Saban hari kita lihat berbagai perusahaan migas skala global memuat iklan lowongan kerja, mencari calon tenaga kerja migas dari Indonesia. Seorang kawan insinyur yang pernah bekerja di Afrika mengatakan, beberapa perusahaan migas global senang dengan ethos kerja pekerja migas asal Indonesia. Tidak hanya perusahaan luar saja yang mencari tenaga kerja. Perusahaan migas skala global yang beroperasi di Indonesia pun merekrut cukup banyak tenaga kerja di Indonesia, seperti BP, Inpex, Total E&P Indonesie, Chevron, Conocophillips, Eni, dan lain-lain.

Indonesia perlu mengambil manfaat dari kehadiran perusahaan-perusahaan migas skala global yang beroperasi di Indonesia. Pemerintah perlu mendorong terciptanya transfer teknologi, terlebih yang terkait pengelolaan blok migas yang terletak di laut dalam, atau blok migas yang kompleks, seperti Blok Mahakam, Blok Masela dan East Natuna di peraitran Natuna. 

Industri migas nasional telah berkembang cukup signifikan, namun, masih ada jalan terjal di depan yang perlu dilalui. Pemerintah perlu mendorong terciptanya transfer teknologi, terutama untuk pengelolaan blok-blok migas yang kompleks serta yang berada di laut dalam. Pengelolaan blok-blok seperti ini perlu melibatkan perusahaan migas nasional sehingga membuka peluang transfer teknologi. (*)


5 komentar:

  1. Para politisi sebaiknya tdk hanya berkoar-koar, seolah-olah tahu segalanya. Tidak perlu bicara kalo emang gak ngerti persoalan yg dibicarakan. Tidak perlu membahas isu-isu teknis termasuk pengelolaan sebuah blok migas. Sudah cukup bila mereka tdk mengintervensi dan cari untung dari perusahaan migas spt Pertamina dan menekan pemerintah/ESDM utk cari-cari THR. Lakukan tugas pengawasan ke pemerintah agar pemerintah tdk keluar rel.

    BalasHapus
  2. Kenapa insinyur2 migas kita lebih memilih kerja di perusahaan2 International Oil Companies (IOC)? Ya, karena di negeri sendiri jasa mereka tidak dihargai. Kemampuan mereka dihargai lebih rendah dibanding perusahaan2 IOC.

    BalasHapus
  3. Jangan lupa, seseorang bekerja di sebuah perusahaan juga karena ingin ada rasa bangga, pride. Bedalah rasanya bila bekerja di perusahaan migas lokal, dibanding bila bekerja di perusahaan migas multinasional. Kan malu kalo bekerja di perusahaan yg terlibat KKN atau menang tender krn KKN, atau perusahaan yg suka suap sana, suap sini.

    BalasHapus
  4. Bagaimana nasib para pekerja blok Mahakam bila hak pengelolaan blok tersebut diserahkan ke perusahaan lokal? Apakah mereka bertahan atau pindah ke tempat baru?

    BalasHapus
  5. Masalah human resources merupakan satu masalah yg cukup pelik. Yg jelas dlm era globalisasi industri migas spt saat ini, saat tenaga ahli migas sangat kekurangan, para pekerja migas selalu dicari. Dan ini positif bagi pekerja migas. Bila operatorship blok mahakam berpindah tangan, yg jelas tidak ada jaminan para pekerja bertahan. Ada tiga ribuan pekerja di Blok Mahakam yg terlibat langsung, dan 22,000 org yg terlibat secara tidak langsung. Faktor ini perlu jadi pertimbangan pemerintah dlm memutuskan operatorship blok mahakam pasca 2017. Bagi pekerja sih idealnya tidak terjadi perubahan operatorship agar tidak terjadi gangguan thd kelanjutan produksi blok tsb.

    BalasHapus