Kamis, 18 September 2014

LHI Koruptor Indonesia Mau Untung Malah Buntung

LHI tepok jidat
Niatnya mau mendapat hukuman yang lebih ringan, eh malah terperosok makin dalam. Itulah kira-kira deskripsi yang tepat untuk menggambarkan kondisi yang dialami oleh Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), mantan ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang terjerat dalam kasus korupsi dan pencucian uang.

Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari LHI. Majelis hakim kasasi menilai bahwa permohonan kasasi tersebut hanya merupakan pengulangan fakta yang telah dikemukakan dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding.

Namun malahan sebaliknya majelis hakim mengabulkan permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum. Dalam Putusan Mahkamah Agung tertanggal 15-9-2014 atas perkara kasasi No.1195 K/Pid.Sus/2014 vonis terhadap LHI diperberat.

"Memperbaiki putusan PN/PT Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 18 (delapan belas) tahun Denda Rp 1 miliar kalau tidak dibayar dijatuhi pidana kurungan selama 6 bulan. Mencabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik," demikian bunyi sebagian petikan putusan tersebut.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menguatkan hukuman terdakwa kasus dugaan suap pengurusan penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian tersebut. PT DKI dalam putusannya menguatkan hukuman 16 tahun penjara kepada LHI sebagaimana vonis di tingkat pertama Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta. Putusan banding tersebut diputuskan pada 16 April 2014 oleh Majelis Hakim Tinggi. Dalam putusan itu Majelis Hakim Tinggi menilai pertimbangan hukum yang diambil Majelis Hakim pada tingkat pertama sudah tepat, benar, dan sesuai.‎

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut memberikan komentar terhadap keputusan MA tersebut. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto beranggapan bahwa putusan MA ini bisa menjadi bahan rujukan bagi pengadilan yang lain untuk ke depannya.

"‎Putusan MA soal hukuman tambahan yang mencabut hak politik seseorang karena terbukti melakukan kejahatan korupsi bisa menjadi benchmark (tolak ukur) dan rujukan bagi pengadilan," tutur Bambang.

Bambang pun mengomentari  soal pencabutan hak politik LHI oleh MA. Menurutnya, hal itu dapat mengakomodasi fakta atas terjadinya perilaku pejabat publik yang seringkali memanfaatkan kekuasaannya untuk bertindak melawan hukum dan mengadakan transaksional.

Bambang menyatakan bahwa KPK akan tetap menuntut pencabutan hak politik bagi para terdakwa kasus dugaan korupsi.

Pegiat Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho juga ikut menanggapi perihal putusan tersebut. "Saya pikir putusan MA (kepada LHI) harus jadi acuan hakim-hakim yang lain untuk berani memutuskan perkara yang melibatkan koruptor untuk mencabut hak politik mereka. Kalau LHI hukumannya 18 tahun penjara dan masih menerima remisi dan pembebasan bersyarat, dia paling cuma jalani delapan atau sembilan tahun penjara. Maka itu harus diberlakukan pencabutan remisi dan pembebasan bersyarat." jelas Emerson.


Langkah MA tersebut patut diapresiasi karena memberikan angin segar pada penegakan pemberantasan korupsi. Kalau kinerja KPK dan jajaran pengadilan senantiasa sebagus ini, tentunya orang-orang akan kapok tidak berani korupsi lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar