Selasa, 12 Mei 2015

Heboh Prostitusi Kelas Atas Indonesia Terungkap

prostitusi online
Indonesia kali ini sedang heboh soal prostitusi online yang kembali jadi perhatian setelah Polres Jakarta Selatan menangkap Robbie Abbas, muncikari pekerja seks komersial (PSK) kelas atas yang disebut-sebut dari kalangan artis.

Psikolog forensik kriminal, Reza Indragiri Amriel menilai, prostitusi online, apalagi kelas atas, sulit untuk diberantas. Hal yang bisa dilakukan untuk menekan hal ini hanyalah dengan membongkar seluruh imperium bisnis esek-esek online kelas atas ini.

“Polisi harus membongkar semua jaringan bisnisnya. Tidak hanya PSK nya, tapi muncikarinya, pelanggannya. Juga hotel yang mempermudah itu juga meski diberi hukuman,” ujarnya.

Ada dua kategori prostitusi. Pertama, prostitusi di mana pelacurnya adalah korban dari kondisi sosial. Prostitusi ini yang umumnya berada di lokalisasi. Kedua, adalah prostitusi di mana pelacurnya secara sadar melakukan hal ini sebagai sebuah profesi yang menguntungkan. Prostitusi tipe kedua ini menyebar dan tidak pernah mau untuk dilokalisir. Mereka bekerja secara profesional dan memiliki jaringan yang rapi.

Dalam kasus Robbie, lulusan Melbourne University dengan gelar MCrim (Forpsych), menyebut sebagai prostitusi kategori dua. Karena, dengan menggunakan logika ekonomi sederhana saja, menjadi PSK kelas atas jauh lebih menguntungkan secara materi dari pada bekerja sebagai artis, model atau pekerja kantoran. Robbie menyebut bahwa para pelacurnya memasang harga paling murah Rp 30 juta hingga Rp 200 juta untuk sebuah persenggamaan short time.

“Pekerja kantoran di Jakarta, sebulan tertinggi Rp 20 juta. Itu (prostitusi online kelas atas) hanya dengan beberapa jam saja, bisa dapat Rp 30 juta. Itu kan secara ekonomis sangat menguntungkan. Makanya, saya lebih suka menyebut mereka itu pelacur yang nyambi pekerjaan lain, apakah artis, model atau lainnya,” tukas Reza.

Reza menyebut, selain karakteristik prostitusi online kelas atas, hal lain yang membuat praktik ini sulit diberantas adalah penegak hukum masih fokus pada PSK dan mucikarinya. Mestinya, polisi juga harus menjerat secara hukum para pelanggannya. Apalagi, ada kecenderungan, para pelanggan prostitusi kelas atas adalah pengusaha atau pejabat.

“Kalau pelanggan ini diungkap, publik bisa tahu kelakukan para pejabat-pejabat. Ini tentu akan membuat tekanan secara sosial bagi para pejabat untuk memiliki etika yang benar. Adalah hal yang memalukan jika nama mereka terungkap sebagai pelanggan,” ujarnya.

Reza menambahkan, jika para pelanggan ini diungkap, dia meyakini bahwa permintaan akan prostitusi kelas atas akan menurun. Berdasarkan hukum pasar, jika permintaan menurun, maka persediaan akan menurun pula. Artinya, jaringan bisnis prostitusi online kelas atas akan menurun dengan sendirinya.

Kemungkinan para pejabat atau pengusaha menjadi pelanggan utama prostitusi online kelas atas juga disampaikan oleh Kriminolog dari UI Irvan Olii . Pasalnya dengan melihat harga jasa kencan yang dipatok mucikari antara Rp 30 juta hingga Rp 200 juta, bukan kalangan sembarangan yang bisa membayarnya.

Bahkan bisa jadi, kasus prostitusi papan atas yang diungkap Polres Jakarta Selatan pekan lalu ini berawal dari gratifikasi. "Misalnya ada seseorang yang tidak suka dengan bentuk gratifikasi menggunakan perempuan lalu melapor ke polisi," ungkap Irvan.

Selain dugaan gratifikasi, Irvan juga menduga pejabat yang menggunakan jasa kencan PSK papan atas menyalahgunakan pendapatan. Pendapatan yang seharusnya dilaporkan ke pihak berwenang seperti KPK atau Ditjen Pajak, tidak dilaporkan karena dipakai membayar jasa kencan prostitusi kelas atas.


Yang parahnya adalah pemerintah akan mengurusi ini lebih lanjut. Padahal negara seharusnya punya banyak hal yang jauh lebih penting daripada mengurusi selangkangan rakyatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar