Selain biaya investasi yang mahal, peralatan pendukung pun bersifat
high-tech dan menelan biaya bear. Sebagai contoh jenis kapal pengeboran
(drillship) khusus untuk laut dalam. Belum ada perusahaan Indonesia yang
memiliki kapal high-tech sejenis itu. Kapal drillship laut dalam didatangkan
dari luar negeri. Tidak heran beberapa jenis kapal yang digunakan untuk proyek
deepwater masih harus diimpor dari dalam negeri.
Pengolahan gas bumi (LNG) pun kini tidak lagi diproses di daratan
(onshore) tapi juga langsung dioleh oleh kapal yang melayang di tengah laut
(floating LNG/FLNG) atau Floating Production Storage Offloading (FPSO) atau
sejenisnya. Minyak dan gas bumi diangkat dan langsung diproses di FLNG atau FPSO
dan kemudian dieksplor melalui kapal ke pembeli.
Khusus untuk proyek FLNG, Australia dan Indonesia kini sedang berlomba untuk memiliki FLNG pertama di dunia. Tapi rupanya FLNG pertama akan dimiliki Australia tahun 2017, sementara Indoneosia tampaknya gagal mencapai ambisinya memiliki FLNG pertama, yakni melalui proyek lapangan Abadi di Blok Masela. Pengembangan Blok Masela masih molor dan kemungkinan baru onstream tahun 2018 atau 2019. Itu pun masih menunggu keputusan atau sinyal pemerintah terkait permintaan Inpex, sebagai operator, untuk memperpanjang kontrak Blok Masela setelah 2028.
Khusus untuk proyek FLNG, Australia dan Indonesia kini sedang berlomba untuk memiliki FLNG pertama di dunia. Tapi rupanya FLNG pertama akan dimiliki Australia tahun 2017, sementara Indoneosia tampaknya gagal mencapai ambisinya memiliki FLNG pertama, yakni melalui proyek lapangan Abadi di Blok Masela. Pengembangan Blok Masela masih molor dan kemungkinan baru onstream tahun 2018 atau 2019. Itu pun masih menunggu keputusan atau sinyal pemerintah terkait permintaan Inpex, sebagai operator, untuk memperpanjang kontrak Blok Masela setelah 2028.
Seperti diakui oleh ketua Indonesia Petroleum Association (IPA) Lukman Mahfoedz,
Indonesia tertinggal 10 tahun terkait teknologi di industri
migas. Karena itu, Lukman berharap generasi muda pekerja migas Indonesia
mengambil peluang untuk meningkatkan keahlian mereka.
Jadi sedikit mengherankan bila pemerintah membuat peraturan yang justru
berdampak negatif terhadap kemajuan industri migas di Indonesia. Misalnya,
ketentuan umur tenaga expat maksimal 55 tahun dan meminta tenaga kerja expat untuk
menguasai bahasa Indonesia. Hal-hal teknis seperti ini seharusnya tidak perlu
diatur oleh UU tertentu karena toh para pekerja asing akan belajar atau
terdorong untuk belajar bahasa Indonesia dan budaya lokal. Proses interaksi
bahasa dan budaya merupakan hal yang lumrah bagi pekerja bila bekerja di sebuah
negera.Demikian juga pekerja migas Indonesia yang bekerja diluar negeri. Menguasai bahasa Inggris menjadi keharusan.
Era
mendapatkan migas secara mudah memang telah lewat. Sekarang Indonesia membutuhkan teknologi yang
lebih maju dan tenaga manusia yang berkompeten untuk menemukan dan
mengembangkan cadangan migas yang baru, yang kini semakin sulit ditemukan. Dalam kasusu
tertentu, tenaga ahli, yang kebetulan tenaga asing, cukup banyak yang berumur
di atas 55 tahun. Seharusnya pemerintah membuat peraturan yang lebih flexible. Tidak kaku.
Disamping itu, migas adalah sebuah industri yang membutuhkan konsisten kebijakan karena
investasi migas bersifat jangka panjang. Kebijakan tidak bisa diubah-ubah di
tengah jalan. Investasi yang dikeluarkan hari ini, mungkin baru akan memberikan
return 5-15 tahun mendatang. Karena itu, perubahan kebijakan yang drastis dan
tiba-tiba dapat berdampak buruk pada kemajuan industri .
Seiring dengan semakin berkembangnya industri migas di Tanah Air, maka
pendidikan yang terkait industri minyak dan gas bumi juga perlu dikembangkan
dan tersedia semakin luas, tidak hanya terpusat di Jawa seperti ITB atau ITS
(Surabaya). Pemerintah perlu membangun sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
yang menawarkan program teknologi perminyakan.
Menurut Yvonne Chen dari American Chamber of Commerce, saat ini lulusan beberapa universitas di Idnonesia tidak
cukup untuk memenuhi permintaan industri migas, khususunya insinyur perminyakan
(petroleum engineers). Hanya 30.000 lulusan dari total 1,4 juta lulusan
perguruan tinggi, atau 16 persen, adalah insinyur. Padahal Indonesia
membutuhkan 50.000 insinyur setiap tahun. Jadi saat ini masih ada gap sebesar
40 persen antara kebutuhan tenaga dan ketersedian tenaga kerja. Sebelum 2025,
gap tersebut akan meningkat menjadi 70 persen.
Dalam konteks ini, kehadiran perusahaan migas dunia yang mengembangkan proyek-proyek migas raksasa dan rumit akan menguntungkan Indonesia. Dari sisi trasfer teknologi, para pekerja migas nasional dapat melakukan transfer teknologi. Peluang transfer teknologi dapat dioptimalkan Indonesia, apalagi sekitar 93% tenaga kerja di perusahaan-perusahaan migas asing di Indonesia adalah pekerja nasional, seperti di BP, CPI, ExxonMobil, ConocoPhillips, Inpex serta Blok Mahakam di Kalimantan Timur yang dioperasikan oleh Total E&P Indonesia. Proses transfer teknologi dapat juga menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kontrak Blok Mahakam pasca 2017.
Dalam konteks ini, kehadiran perusahaan migas dunia yang mengembangkan proyek-proyek migas raksasa dan rumit akan menguntungkan Indonesia. Dari sisi trasfer teknologi, para pekerja migas nasional dapat melakukan transfer teknologi. Peluang transfer teknologi dapat dioptimalkan Indonesia, apalagi sekitar 93% tenaga kerja di perusahaan-perusahaan migas asing di Indonesia adalah pekerja nasional, seperti di BP, CPI, ExxonMobil, ConocoPhillips, Inpex serta Blok Mahakam di Kalimantan Timur yang dioperasikan oleh Total E&P Indonesia. Proses transfer teknologi dapat juga menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kontrak Blok Mahakam pasca 2017.
Berbeda
dengan industri lain, industri migas bersifat universal dan terbuka. Siapa yang
berkompeten dapat bekerja dimana saja di dunia. Bahkan dewasa ini, cukup banyak
pekerja migas Indonesia yang bekerja di Timur Tengah, Afrika maupun di Amerika
Selatan. Karena itu, tugas pemerintah adalah menciptakan iklim usaha yang sehat
agar industri migas terus berkembang, tidak membuat peraturan yang justru
menghambat kemajuan industri migas. (*)
Industri migas kita masih tertinggal dgn negara-negara lain. Conth, eksplorasi laut dalam blm berkembang di Indonesia. Seharusnya pemerintah segera beri insentif agar investor mau tanam investasi mereka di industri migas Indonesia.
BalasHapus