Rabu, 29 Januari 2014

Kemanakah Uang Hasil Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia?



Kemanakah uang hasil produksi minyak dan gas bumi Indonesia?  Pertanyaan tersebut pantas kita ajukan menyusul merebaknya berbagai kasus korupsi dan suap yang melanda negeri ini. Kasus yang teranyar adalah skandal suap yang melibatkan mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini (sebagai tersangka) dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno (tersangka), yang juga kini menyeret beberapa anggota DPR (masih sebagai saksi), eksekutif trader migas Kernel Oil (sebagai tersangka) dan Dirut Pertamina Karen Agustiawan (masih sebagai saksi), menjadi bukti betapa kronisnya praktik-praktik gratifikasi dan korupsi di industri migas di Indonesia saat ini.


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga hari ini terus mengembangkan kasus gratifikasi tersebut. Sejauh ini KPK telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka termasuk Rudi Rubiandini dan Waryono Karno.  KPK telah menyusun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rudi Rubiandini dan siap dibuka di pengadilan. Di dalam BAP tersebut, yang datanya bocor ke media, beberapa pihak lain juga diduga turut berperan antara lain beberapa anggota DPR Komisi VII– Soetan Bhatugana dan Tri Yulianto. Keduanya diduga menerima uang bonus hari raya (THR) dari SKK Migas. Keduanya membantah menerima uang bonus THR.


Dirut Pertamina Karen Agustiawan telah dua kali dipanggil KPK sebagai saksi. Dalam BAP Rudi Rubiandini, Karen disebut-sebut diminta oleh Rudi Rubiandini untuk menyetor dana ke anggota DPR. Rudi sendiri mengatakan bahwa dia diminta Waryono untuk menghubungi Dirut Pertamina agar menyetor dana ke anggota DPR Komisi VII. Beberapa hari lalu, Karen Agustiawan membantah telah memberi uang bonus hari raya ke DPR.

Mana yang benar, Pengadilan akan membuktikan. Setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Yang salah dihukum.


Mobil-mobil milik Wawan disita KPK (foto: Kompas.com)
Kembali ke pertanyaan awal: Kemanakah uang produksi migas selama berpuluh tahun? Berdasarkan skema yang berlaku saat ini, penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi masuk ke APBN  (State Budget) yang mencapai sekitar 30 persen dari total penerimaan APBN. 

Dana migas tersebut kemudian dialokasikan, baik untuk belanja rutin membayar gaji pegawai negeri maupun untuk membiayai program pembangunan, seperti jembatan, rumah sakit, jalan, dan lain. Sebagain dana migas dikembalikan ke daerah. 


Saat ini, split atau bagi hasil minyak antara pemerintah dan perusahaan migas (Kontraktor Kontrak Kerja Sama/KKKS) cukup menguntungkan pemerintah, yakni 85% untuk pemerintah dan 15% untuk perusahaan migas/KKS setelah dikurangi biaya-biaya. Sementara, untuk bagi hasil untuk gas bumi, pemerintah mendapatkan 70% dan KKKS 30%.


Anggota DPR, Soetan Bhatugana
Pertanyaannya, apakah semua dana migas yang masuk ke kas negara atau APBN digunakan seluruhnya untuk menyejahterakan rakyat? Jawabnya TIDAK. Sebagian dana tersebut bocor alias dikorupsi, ditilep dengan berbagai cara, masuk ke kantong-kantong pribadi para penguasa republik ini, baik mereka yang duduk di lembaga eksekutif maupun legislatif. Lihatlah berbagai kasus korupsi saat ini yang merebak dimana-mana, seperti kasus Ratu Atut, gubernur Banten Ratu Atut dan Wawan, suami Walikota Tangerang Selatan. Aset-asetnya temasuk mobil-mobil mewah berharga miliaran rupiah telah disita KPK.


Korupsi dan gratifikasi tidak hanya terjadi di pusat, tapi juga di daerah. Ini terlihat dengan banyaknya Bupati dan Gubernur dan anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) yang terlibat kasus korupsi dan gratifikasi. Uang negara tidak hanya menguap akibat korupsi dan gratifikasi, tapi juga oleh alokasi yang tidak tepat, misalnya anggaran untuk perjalanan dinas pejabat-pejabat pemerintah pusat dan daerah serta DPR. Kita saksikan triliunan rupiah digunakan untuk perjalanan dinas. Anggota DPR di sela-sela masa persidangan, berfoya-foya menggunakan uang rakyat bepergian ke luar negeri, dengan alasan studi banding. Tidak salah bila negeri ini sudah memasuki fase Darurat Korupsi.


Dirut Peramina: Face the press
Bila dana hasil migas tersebut semuanya digunakan seluruhnya untuk berbagai program pembangunan dan program untuk menyejahterahkan rakyat, seharusnya tidak ada lagi warga negara kepulauan ini yang hidup di bawah garis kemiskinan.  


Kasus gratifikasi mantan ketua SKK Migas Rudi Rubiandini merupakan contoh nyata, betapa uang rakyat menguap begitu saja ke kantong-kantong pribadi pejabat publik dan anggota DPR, seperti yang terjadi pada kasus mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. 


Kasus gratifikasi, korupsi dan penyalahgunaan uang negara ini bisa jadi hanya puncak gunung es. Masih banyak kasus-kasus yang belum terungkap ke permukaan. Rakyat pantas marah karena dana hasil eksploitasi migas dari bumi pertiwi hanya memperkaya pejabat-pejabat publik di Republik ini. Padahal, jelas-jelas Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 menegaskan bahwa bumi, air dan isinya dikelola untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia, bukan pribadi-pribadi. 


Setelah reformasi tahun 1997-1998 yang ditandai dengan tumbangnya rejim korup Orde Baru seharusnya pengelolaan kekayaan negara dan sumber daya alam menjadi lebih baik dan lebih optimal sehingga kesejahteraan rakyat meningkat. Rejim Orba di bawah Soeharto jatuh antara lain karena KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), termasuk kasus-kasus korupsi di tubuh Pertamina yang merajalela di masa Orba. 

Kita berharap, kasus  gratifikasi mantan kepala SKK Migas, pejabat ESDM serta pihak-pihak lain yang mungkin terseret oleh kasus ini dapat menjadi titik balik untuk menjadikan industri migas bersih dari segala praktik korupsi, suap/gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang. (*)

3 komentar:

  1. Banyak uang rakyat dikorup pejabat2. Dulu sebelum reformasi, korupsi hanya terpusat di ring -1. Kini tersebar ke mana2, kementrian, DPR, pemda, DPRD, MK, kepolisian, pengadilan, dll, dll. Andaikan dana hasil migas tersebut sepenuhnya digunakan untuk memakmurkan rakyat, negeri ini sdh maju.

    BalasHapus
  2. Bbrp LSM dan kelompok-kelompok masyarakat tertentu persalahkan masuknya investor asing yg mengembangkan/mengeksploitasi sumber daya alam kita. Bahkan ada yg mendorong menasionaliasi industri migas. Melihat maraknya kasus2 korupsi, justri bangsa ini sendiri yg merusak negaranya sendiri. Sumber daya alam dikeruk untuk memperkaya diri sendiri. Pemda2, peusahaan2 nasional meniup sentimen nasionalisme, padahal maksudnya agar SDM mudah dikorupsi.

    BalasHapus
  3. Menurut berita2 di media, mantan kepala SKK Migas (RR) dan Dirut Pertamina (KA) setuju untuk setor dana bonus THR ke komisi VII, DPR? Wow. Bila ini benar2 terjadi, sungguh memalukan dan memilukan. Bila benar terjadi, ini bukti bahwa Pertamina masih menjadi sapi perah bagi pihak2 tertentu. Kalau ini yang terjadi, kapan kita bisa memiliki BUMN Migas yang berkelas dunia dan menerapkan praktik2 GCG dan standar dunia?

    BalasHapus